Bagi seorang muslim, masuk surga merupakan cita-cita tertinggi
dan mulia sepanjang hidupnya. Namun ironisnya, terkadang perbuatannya
berbicara lain. Perbuatan yang dia lakukan justeru bisa menggiringnya ke
neraka Allâh Subhanahu wa Ta’ala dan menghalanginya dari surga. Oleh
karena itu, kita perlu mempertajam perhatian kita dan meperdalam ilmu
kita, agar kita bisa lebih waspada dan cermat dalam memilih perbuatan
yang hendak kita lakukan. Rasûlullâh shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
Tiga golongan manusia yang telah Allâh haramkan baginya surga
(yaitu): pecandu khamer, orang yang durhaka kepada orang tuanya dan
ad-dayyûts (yakni) kepala rumah tangga yang menyetujui keburukan dalam
keluarganya. (HR. Ahmad, dishahihkan al-Albâni dalam Shahîhul Jâmi’, no.
3052)
Dalam hadits yang mulia ini, Rasûlullâh shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitakan dengan tegas bahwa Allâh Subhanahu wa Ta’ala mengharamkan surga atas tiga golongan manusia ini. Di antaranya adalah ad-dayûts (yakni) kepala rumah tangga yang menyetujui atau membiarkan keburukan dalam keluarganya, khususnya keburukan yang mengarah kepada perzinaan. Misal pergaulan bebas, mengumbar aurat, ikhtilâth (campur baur) laki-laki dan perempuan yang bukan mahram atau yang semisalnya. Inilah inti pembahasan kita pada kesempatan yang berbahagia ini.
Dalam hadits yang mulia ini, Rasûlullâh shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitakan dengan tegas bahwa Allâh Subhanahu wa Ta’ala mengharamkan surga atas tiga golongan manusia ini. Di antaranya adalah ad-dayûts (yakni) kepala rumah tangga yang menyetujui atau membiarkan keburukan dalam keluarganya, khususnya keburukan yang mengarah kepada perzinaan. Misal pergaulan bebas, mengumbar aurat, ikhtilâth (campur baur) laki-laki dan perempuan yang bukan mahram atau yang semisalnya. Inilah inti pembahasan kita pada kesempatan yang berbahagia ini.
Dalam hadits yang lain, Rasûlullâh shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Tiga golongan manusia yang Allâh Subhanahu wa Ta’ala (tidak
berkenan) melihat mereka, (yaitu) orang yang durhaka kepada orang
tuanya, wanita yang bergaya seperti lelaki dan menyerupainya, serta
ad-daiyûts. (HR. Ahmad, an-Nasâ’i dan al-Hâkim, serta dishahihkan
al-Albâni dalam Shahîhul Jâmi’, no. 3071).
Dalam dua hadits yang mulia di atas, nampak jelas bahwa seorang
kepala rumah tangga beresiko besar terhalang dari masuk surga-Nya bahkan
disaat yang begitu mencekam, pada hari kiamat tidak dihiraukan
Rabb-nya. Hal ini berakar pada prinsip yang disampaikan Rasulullah,
Setiap anak itu, dilahirkan dalam keadaan fithrah, lalu kedua orang
tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi. (HR.
al-Bukhâri dan Muslim)
Begitulah kedua orang tua, terutama kepala rumah tangga memiliki
peran yang sangat besar dalam membentuk kepribadian anak, baik dalam hal
aqidah, ibadah maupun akhlaq. Dengan demikian, adalah sebuah kesalahan
besar jika seorang kepala rumah tangga membiarkan istri dan anak
perempuannya mengumbar aurat di jalan-jalan, membiarkan mereka jilbab,
atau berjilbab tapi busananya sempit dan ketat membentuk lekukan tubuh
sehingga memancing keinginan buruk kaum lelaki yang berpenyakit hatinya.
Padahal Rasûlullâh shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitakan,
Dua golongan manusia penduduk neraka yang belum pernah aku lihat, (di
antaranya): … , dan kaum wanita berbusana, akan tetapi telanjang,
berjalan dengan berlenggak lenggok sambil memiringkan pundaknya serta
menambahkan sesuatu pada kepala mereka agar menarik perhatian, (manusia
jenis ini) tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, padahal
bau surga bisa tercium dari jarak sekian dan sekian. (HR. Ahmad dan
Muslim)
Sekiranya ada kepala rumah tangga yang dimasukkan ke surga, akankah
dia rela melihat istri tercinta, anak-anak tersayang menjadi penghuni
neraka, terpisah darinya, bahkan bau surga pun tidak bisa mereka cium??
Bagaimanakah tanggung jawab orang tua? Akankah dia meraih
keberuntungan ketika ia menyia-nyiakan ladang amal terdekatnya?
jawabannya tentu tidak.
Kalau membiarkan kemungkaran saja di hukumi daiyûts, lalu bagaimana
dengan kepala rumah tangga yang menganjurkan atau bahkan menyuruh
keluarganya untuk berlaku maksiat. na’uudzubillah min dzalik.
Apakah mereka tidak pernah mendengar sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia,
Barangsiapa yang mengajak orang untuk mengikuti petunjuk Allâh
Subhanahu wa Ta’ala, maka ia mendapatkan pahala seperti pahala
orang-orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi pahala orang-orang
tersebut sedikitpun. Dan Barangsiapa yang mengajak orang lain untuk
mengikuti kesesatan, maka ia mendapatkan dosa seperti dosa orang-orang
yang mengikutinya, tanpa mengurangi dosa orang-orang yang mengikutinya
sedikitpun. (HR. Muslim dan Ahmad, serta dishahihkan al-Albâni dalam
Shahîhul Jâmi’, no. 6234)
Setiap kebaikan yang kita ajarkan kepada orang lain, termasuk kepada
anak kita, maka pahalanya akan berlipatganda sebanding dengan jumlah
orang yang mengikuti ajaran kebaikan tersebut. Begitu juga dengan
keburukan, setiap keburukan yang diajarkan seseorang, maka dosanya akan
dilipatgandakan sebanding dengan jumlah orang yang mengikuti keburukan
tersebut.
Manakah yang akan kita pilih untuk diri kita? Bergegas mengajarkan
kebaikan? Ataukah justeru tanpa sadar menyesatkan anak-anak kita yang
merupakan aset tak ternilai harganya? Dengan membiarkan mereka tanpa
arah atau menyediakan televisi sebagai guru mereka.
Hendaklah kita selalu mengingat sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Apabila seorang anak Adam telah wafat maka terputuslah semua amal
perbuatannya kecuali dari tiga perkara (yaitu) sedekah jariyah, atau
ilmu yang diambil manfaatnya atau anak shaleh yang mendoakannya. (HR.
Muslim dan Abu Daud)
Tanpa pembinaan yang baik, maka seorang anak tidak akan menjadi
shaleh. Orang tuanyalah yang berperan dan mereka pulalah yang akan
memetik hasilnya. Alangkah ruginya! Orang tua atau kepala rumah tangga
yang menyia-nyiakan keturunannya tanpa arahan dan bimbingan. Sehingga
mengakibatkan ia menyimpang jauh dari ajaran Islam, tidak mengenal cara
berbakti kepada kedua orang tua. Kebiasaannya melakukan maksiat hanya
akan menambah dosa, bahkan menjadi aib kedua orang tuanya, baik tatkala
orang tua masih hidup maupun setelah meninggal dunia.
Semoga kita dijadikan orang tua yang gemar dan sabar membimbing
anak-anak, terutama anak perempuan kita, sehingga kita bisa menikmati
hasilnya di hari tua atau sepeninggal kita. Amin.
Wahai para orang tua, terutama kepala rumah tangga! Di antara yang
paling berpengaruh terhadap anak kita selain keluarganya adalah teman.
Maka perhatikanlah anak-anak kita! Dengan siapakah anak-anak kita
bergaul?
Rasûlullâh shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengingatkan dalam sabda,
Sungguh permisalan teman duduk yang baik dan yang buruk, adalah
seperti penjual minyak wangi dan tukang pandai besi. Adapun (jika
berteman dengan-pen) penjual minyak wangi, maka mungkin kamu diberi
minyak wangi, atau kamu membeli darinya, atau (minimal-pen) kamu mencium
bau wanginya. Adapun (jika berteman dengan-pen.) tukang pandai besi,
bisa jadi bajumu terbakar atau kamu mencium bau yang tidak sedap
darinya. (HR. al-Baihaqi dan dishahihkan al-Albâni dalam Shahîhul Jâmi’,
no. 2367)
Betapa banyak anak-anak yang terlahir di lingkungan keluarga
baik-baik, terbiasa dengan berbagai perangai yang baik, terdidik untuk
taat terhadap agama Islam dan menjunjung nilai-nilai moral yang
terkandung didalamnya, akan tetapi berubah seratus delapan puluh
derajat, setelah mengenal dunia luar dan salah memilih teman. Maka
pembinaan anak dimulai dari lingkungan keluarga dan terus kita pantau
perkembangannya di lingkungan luar, supaya benar-benar bisa kita memanen
hasilnya di hari tua dan berlanjut sampai setelah kita dipanggil
oleh-Nya.
Wahai segenap orang tua, terutama kepala rumah tangga! Janganlah
pernah cuek dan diam terhadap kemungkaran dalam rumah kita. Jangan
pernah berputus asa dalam memimpin anggota keluar, dan sekali lagi
jangan lupa berdoa kebaikan untuk mereka, karena doa merupakan senjata
ampuh seorang yang beriman.
Disalin dari naskah khutbah Jumat Majalah As-Sunnah Edisi 01 Tahun XV
Artikel : khotbahjumat.com
Artikel : khotbahjumat.com
http://nebarto.wordpress.com/2012/03/23/nahkoda-yang-kehilangan-haluan-nasihat-bagi-para-orang-tua/
: