Bocah kecil ini mendengarkannya
Saat pulang ke rumah, dia berpikir bagaimana caranya dia bangun untuk shalat besok harinya. Dia tidak menemukan jalan keluar kecuali begadang sepanjang malam sampai azan shalat berkumandang. Dia benar-benar melaksanakan idenya dan saat mendengar azan, dia segera bertolak untuk menunaikan shalat, namun muncul masalah. Masjid jauh dan dia tidak bisa pergi sendirian. Lalu sang bocah menangis dan duduk di belakang pintu.
Tiba-tiba dia mendengar bunyi sepatu di jalan. Dia membuka pintu dan segera keluar. Ternyata seorang tua sedang berjalan menuju masjid. Sang bocah memandang kakek tua itu, dia mengenalnya. Dia adalah kakek temannya, Ahmad, anak tetangga. Dengan tenang dan sembunyi-sembun
Kondisinya terus seperti ini, tapi umur manusia terbatas, Kakek Ahmad meninggal. Ketika sang bocah mengetahuinya, dia bingung dan menangis keras. Kedua orang tuanya merasa heran melihat tangis sang anak.
“Nak, kenapa kamu menagisinya seperti ini? Dia tidak seusia denganmu untuk kamu ajak bermain dan dia juga bukan kerabatmu sehingga kamu merasa kehilangan,” tanya sang ayah.
Sang bocah menatap ayahnya dengan mata berlinang dan tatapan sedih, “Aku kehilangan dia bukan karena itu. Juga bukan karena seperti yang Ayah katakan,” jawab sang bocah.
Sang ayah semakin merasa heran, “Terus karena apa?”
“Karena shalat.”
Kemudian sang bocah melanjutkan bicaranya sambil menelan air matanya, “Ayah, kenapa kamu tidak shalat subuh? Kenapa kamu tidak seperti kakek itu dan orang-orang yang aku lihat.”
“Di mana kamu melihat mereka?” Tanya sang ayah.
“Di masjid.”
“Bagaimana mungkin?” Tanya sang ayah heran.
Lalu sang bocah menceritakan kisahnya kepada sang ayah. Sang ayah pun tersentuh dengan cerita anaknya. Kulitnya bergetar dan air atanya hampir tumpah. Lalu dia memeluk anaknya.
Seak saat itu, dia tidak pernah meninggalkan satu shalat pun di masjid.
Selamat untuk sang ayah, selamat untuk sang bocah, dan selamat untuk sang guru.
: