MENGENANG ROMO KYAI ACHMAD ASRORI AL ISHAQI: ANAK MACAN YANG AKHIRNYA JADI MACAN

Post a Comment

MENGENANG ROMO KYAI ACHMAD ASRORI AL ISHAQI: ANAK MACAN YANG AKHIRNYA JADI MACAN

KH. ASRORI BIN UTSMAN AL-ISHAQI  memang telah dipanggil Allah SWT pada 26 Sya’ban 1430 H./18 Agustus 2009 pukul 02:20 WIB di tempat mukimnya Kedinding Surabaya. Namun kepribadiannya yg istimewa meninggalkan banyak kenangan.

Pengetahuan agamanya dalam dan kharisma memancar dari sosoknya yg sederhana. Tutur katanya lembut namun seperti menerobos relung2 di kedalaman hati pendengarnya. Menurut keluarga dekatnya, sewaktu muda Kiai Asrori telah menunjukkan keistimewaan2. Mondhoknya tak teratur. Ia belajar di Rejoso satu tahun, di Pare satu tahun, dan di Bendo satu tahun. Di Rejoso ia malah tidak aktif mengikuti kegiatan ngaji. Ketika hal itu dilaporkan kepada pimpinan pondok, Kiai Mustain Romli, ia seperti memaklumi, “biarkan saja, anak macan akhirnya jadi macan juga.” Meskipun belajarnya tidak tertib, yg sangat mengherankan, Kiai Asrori mampu membaca dan mengajarkan kitab Ihya’ Ulum al-Din karya Al-Ghazali dgn baik.

Di kalangan pesantren, kepandaian luar biasa yg diperoleh seseorang tanpa melalui proses belajar yg wajar semacam itu sering disebut ilmu ladunni (ilmu yang diperoleh langsung dari Allah SWT). Adakah Kiai Asrori mendapatkan ilmu laduni sepenuhnya adalah rahasia Tuhan, wallahu a’lam. Ayahnya sendiri juga kagum atas kepintaran anaknya. Suatu ketika Kiai Utsman pernah berkata “seandainya saya bukan ayahnya, saya mau kok ngaji kepadanya.” Barangkali itulah yg mendasari Kiai Utsman akhirnya menunjuk Kiai Asrori (bukan kepada anak2nya yg lain yg lebih tua) sebagai penerus kemursyidan Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah pada usia 30 tahun.

Salah seorang penerus Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah (TQN) yg terkenal adalah Kyai Achmad Asrori al-Ishaqi, pendiri dan pengasuh pondok pesantren al-Fithrah Kedinding Surabaya, Jama‟ah pengajian al-Khidmah yg tersebar di berbagai pelosok  nusantara. Kyai Ahcmad Asrori  lahir di Surabaya, 17 Agustus 1957. Ahmad Asrori al-Ishaqi adalah putera Kyai Utsman al-Ishaqi, mursyid Thariqah Qadiriyah wa Naqsyabandiyah (TQN), ulama besar dari Surabaya. Achmad Asrori memiliki darah keturunan hingga Rasulullah saw, tepatnya keturunan yang ke 38, dari garis Husain bin Ali. Nama al-Ishaqi dinisbatkan kepada Maulana Ishaq (Sunan Giri), adik Maulana Malik Ibrahim, Walisongo yg dikenal sebagai Sunan Gresik. 

Sebelum lebih jauh mengenal Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah ini, terlebih dahulu harus diketahui mengenai Qadiriyah dan Naqsyabandiyah itu sendiri. Pada awalnya, tarekat ini berdiri sendiri2, yaitu tarekat Naqsyabandiyah dan tarekat Qadiriyah. Untuk itu, berikut ini sekilas tentang tarekat masing2:

QADIRIYAH: Tarekat ini adalah tarekat yg didirikan dan dibangsakan kepada Sayyid Abdul Qadir Jailani di negeri Baghdad. Beliau lahir pada tahun 470 H (1255) dan meninggal di tahun 561 H (1164). Jadi berusia 90 tahun. Penganut tarekat ini amat banyak dan pengaruhnya amat besar sampai ke Maroko dan tanah Hindustan. Tarekat Qadiriyah beredar di seputar ibadah dan suluk dgn tetap menyebut zikir yg berhubungan dgn nama Allah dgn kaifiat tertentu

Praktek ibadah tarekat ini tidak hanya merefleksikan kepercayaan kelompok itu sendiri tetapi juga pendirian sufi secara umum berdasarkan peranan dan keajaiban sang guru dari pengalaman mystik yg bermacam2. Prosedur keanggotaan berisi bai‟at dengan “berdzikir dalam ketaatan kepada syeikh dan syeikh menerima keanggotaannya sebagai seorang anak.

Tujuan utama tarekat ini – seperti pada umumnya tarekat tarekatialah menekan hawa nafsu yg menjadikan manusia jauh dari Tuhannya. Untuk itu, wirid berupa salat sunnah, zikir, dan do‟a senantiasa dipraktekkan sepanjang waktu. Seperti di waktu pagi, sore, siang dan malam

TAREKAT NAQSYABANDIYAH:  salah satu tarekat sufi yg paling luas penyebarannya, dan terdapat banyak di wilayah Muslim Asia serta Turki, Bosnia Herzegovina dan wilayah Dagestan Russia. Kata Naqsyabandiyah/Naqsyabandi/Naqshbandi berasal dari Bahasa Arab yakni Murakab Bina-i dua kalimah Naqsh dan Band yg berarti suatu ukiran yg terpateri, atau mungkin juga dari Bahasa Persia, atau diambil dari nama pendirinya yaitu Bahauddin Naqhband Bukhari.  Sebagian orang menerjemahkan kata tsb sbg “pembuat gambar”, “pembuat hiasan”. Sebagian lagi menerjemahkannya sbg “Jalan Rantai”, atau “Rantai Emas”.

Perlu dicatat pula bahwa dalam Tarekat Naqsyabandiyah, silsilah spiritualnya kepada Nabi Muhammad adalah melalui khalifah Abu Bakar, sementara kebanyakan tarekat2 lain silsilahnya melalui khalifah Ali bin Abu Thalib.

Pendiri Tarekat ini adalah Muhammad Bahauddin Naqshband AlBukhari Al-Uwaisi Rahmatullah „alaih, dilahirkan pada bulan Muharram tahun 717 Hijrah bersamaan 1317 M, Yaitu pada abad ke 8 Hijriyah bersamaan dengan abad ke 14 Masehi, di sebuah perkampungan bernama Qasrul Arifan dekat Bukhara. Ia menerima pendidikan awal Tariqat secara Zahir dari gurunya Hadhrat Sayyid Muhammad Baba As-Sammasi Rahmatullah 'alaih dan seterusnya menerima rahasia2 Tariqat dan

Khilafat dari Syeikhnya, Hadhrat Sayyid Amir Kullal Rahmatullah alaih. Ia menerima limpahan Faidhz dari Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam melanjtkan Abdul Khaliq Al-Ghujduwani Rahmatullah alaih yang telah 200 tahun mendahuluinya secara Uwaisiyah Sesudah Abad kedelapan tumbuhlah tarekat laksana tumbuhnya cendawan. Ajaran tarekat itu berkembang dan diterima oleh para pemeluk  Islam di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Sekitar abad XVII M hingga XIX, para tokoh sufi di Indonesia mulai bermunculan. Tarekat2 baru pun mulai muncul. Tarekat2 ini merupakan penggabungan dari tarekat2 pada abad VI H dan VII H, seperti  Syeikh Yusuf Makassari, yg memasukkan unsur2 dari Naqsabandiyah yg telah dipilihnya kedalam versi Khalwatiyyah-nya.

Kemudian gabungan tarekat Naqsabandiyah dgn tarekat Syattariyah pernah populer untuk sekian lama di Jawa pada abad XVII dan XVIII. Gabungan tarekat Qadiriyah dengan Naqsabandiyah pun telah diamalkan oleh beberapa syekh termasyhur. Dan juga Sammaniyah (penggabungan tarekat khalwatiyah dengan Qadiriyah, Naqsabandiyah dan Syadziliyah oleh Muhammad ibn 'Abd al-Karim al-Samman.). Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah mungkin sekali didirikan oleh tokoh asal Indonesia, Ahmad Khatib ibn Abd Al-Ghaffar Sambas yg bermukim dan mengajar di Makkah pada pertengahan abad XIX17

Semasa hidupnya, Syekh Ahmad Khatib Sambas mengangkat banyak khalifah (wakil), namun posisi pewaris utamanya setelah beliau meninggal dipegang oleh Syekh Abdul Karim Banten. Selain Syekh Abdul Karim, dua wakil penting lainnya adalah Syekh Thalhah Kalisapu Cirebon, dan Syekh Ahmad Hasbullah Ibn Muhammad Madura. Pada awalnya semuanya mengakui otoritas Syekh Abdul Karim, namun setelah Syekh Abdul Karim meninggal, tidak ada lagi kepemimpinan pusat, dan karenanya TQN menjadi terbagi dengan otoritas sendiri-sendiri.

Syekh Thalhah mengembangkan kemursyidan sendiri di Jabar. Penerusnya yg paling penting adalah Syekh Abdullah bin Muhammad Nur atau “Abah Sepuh” dari Suryalaya dan putranya yg kharismatik Syekh Ahmad Shahibul Wafa' Taj Al-Arifin. Khalifah lain di Jawa Barat adalah Kyai Falak, yg juga berasal dari Banten, yg mengembangkan TQN di daerah Pagentongan, Bogor Jawa Barat

Untuk daerah Jawa Tengah, penerus TQN yg penting adalah K.H. Muslih Adburrahman (Mbah Muslih), yg menerima ijazah TQN dari K.H. Ibrahim al-Brumbungi, seorang khalifah dari Syekh Abdul Karim, melalui Mbah Abd Rahman Menur. Salah satu murid Kyai Muslih, yakni Kyai Abu Nur Jazuli menyebarkan TQN di Brebes. Murid lainnya, K. H. Durri Nawawi mengajarkan TQN di Kajen, Pati .

AJARAN TASAWUF KYAI ASRORI

Sosok Kiyai Asrori sendiri selaku Mursyid Thariqah Qadiriyah Wan Naqsabandiyah Al Utsmaniyah (dinisbatkan kepada Kiai Utsman). Konon, almarhum KH. Utsman adalah salah satu murid kesayangan KH. Romli Tamim (ayah KH. Musta’in) Rejoso, Jombang, Jawa Timur. Beliau dibaiat sebagai mursyid bersama Kiyai Makki Karangkates Kediri dan Kiai Bahri asal Mojokerto. Kemudian sepeninggal Kiai Musta’in (sekitar tahun 1977), beliau mengadakan kegiatan sendiri di kediamannya Sawah Pulo Surabaya.

Maka, jadilah Sawah Pulo sbg sentra aktifitas thariqah di kota metropolis di samping Rejoso sendiri dan Cukir Jombang. Sepeninggal Kiai Utsman, tongkat estafet kemursyidan kemudian diberikan kpd putranya, Kiai Minan, sebelum akhirnya ke Kiai Asrori (konon pengalihan tugas ini berdasarkan wasiat Kiai Utsman menjelang wafatnya). Di tangan Kiai Asrori inilah jama’ah yg hadir semakin membludak. Uniknya, sebelum memegang amanah itu, Kiai Asrori memilih membuka lahan baru, yakni di kawasan Kedinding Lor yg masih berupa tambak pada waktu itu.

Dakwahnya dimulai dgn membangun masjid, secara perlahan dari uang yg berhasil dikumpulkan, sedikit demi sedikit tanah milik warga di sekitarnya ia beli, sehingga kini luasnya mencapai 2,5 hektar lebih. Dikisahkan, ada seorang tamu asal Jakarta yg cukup ternama dan kaya raya bersedia membantu pembangunan masjid dan pembebasan lahan sekaligus, tapi Kiai Asrori mencegahnya. “Terima kasih, kasihan orang lain yg mau ikutan menyumbang, pahala itu jangan diambil sendiri, lebih baik dibagi2”, ujarnya.

Kini, di atas lahan seluas 2,5 hektar itu Kiai Asrori mendirikan Ponpes Al Fithrah dgn ratusan santri putra putri dari berbagai pelosok tanah air. Utk menampungnya, pihak pesantren mendirikan bbrp bangunan lantai dua untuk asrama putra, ruang belajar mengajar, penginapan tamu, rumah induk dan asrama putri (dlm proses pembangunan) serta bangunan masjid yg cukup besar.

Itulah Kiai Asrori, keberhasilannya boleh jadi karena kepribadiannya yg moderat namun ramah, di samping kapasitas keilmuan tentunya. Murid2nya yg telah menyatakan baiat ke Kiai Asrori tidak lagi terbatas kepada masyarakat awam yg telah berusia lanjut saja, akan tetapi telah menembus ke kalangan remaja, eksekutif, birokrat hingga para selebritis ternama. Jama’ahnya tidak lagi terbatas kepada para pecinta thariqah sejak awal, melainkan telah melebar ke komunitas yg pada mulanya justru asing dengan thariqah.

Walaupun tak banyak diliput media massa, namanya tak asing lagi bagi masyarakat thariqah. Namun demikian, sekalipun namanya selalu dielu2kan banyak orang, dakwahnya sangat menyejukkan hati dan selalu dinanti, Kiai Asrori tetap bersahaja dan ramah, termasuk saat menerima tamu. Beliau adalah sosok yg tidak banyak menuntut pelayanan layaknya orang besar, bahkan terkadang ia sendiri yang menyajikan suguhan untuk tamu.

Tanda2 menjadi panutan sudah nampak sejak masa mudanya. Masa mudanya dihabiskan untuk menuntut ilmu ke berbagai pondok pesantren di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Kala itu Kiai Asrori muda yg badannya kurus karena banyak tirakat dan berambut panjang memiliki geng bernama “ORONG-ORONG”, bermakna binatang yg keluarnya malam hari. Jama’ahnya rata2 anak jalanan alias berandalan yg kemudian diajak mendekatkan diri kepada Allah lewat ibadah pada malam hari. Meski masih muda, Kiai Asrori adalah tokoh yg kharismatik dan disegani berbagai pihak, termasuk para pejabat dari kalangan sipil maupun militer.

Jika dirunut, Kiai Ahmad Asrori memiliki darah keturunan hingga Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam yg ke 38, yakni Ahmad Asrori putra Kiai Utsman Al Ishaqi. Namanya dinisbatkan pada Maulana Ishaq ayah Sunan Giri. Karena Kiai Utsman masih keturunan Sunan Giri. Kiai Utsman berputra 13 orang. Berikut silsilahnya :

Ahmad Asrori Al Ishaqi – Muhammad Utsman – Surati – Abdullah – Mbah Deso – Mbah Jarangan – Ki Ageng Mas – Ki Panembahan Bagus – Ki Ageng Pangeran Sedeng Rana – Panembahan Agung Sido Mergi – Pangeran Kawis Guo – Fadlullah Sido Sunan Prapen – Ali Sumodiro – Muhammad Ainul Yaqin Sunan Giri – Maulana Ishaq – Ibrahim Al Akbar – Ali Nurul Alam – Barokat Zainul Alam – Jamaluddin Al Akbar Al Husain – Ahmad Syah Jalalul Amri – Abdullah Khan – Abdul Malik – Alawi – Muhammad Shohib Mirbath – Ali Kholi’ Qasam – Alawi – Muhammad – Alawi – Ubaidillah – Ahmad Al Muhajir – Isa An Naqib Ar Rumi – Muhammad An Naqib – Ali Al Uraidli – Ja’far As Shodiq – Muhammad Al Baqir – Ali Zainal Abidin – Hussain Bin Ali – Ali Bin Abi Thalib / Fathimah Binti Rasulullah SAW.

Kini, ulama yg sdh menghadap Alah SWT itu mjd magnet tersendiri bagi kaum sufi-  ahli thariqah. Karena kesibukannya melakukan pembinaan jama’ah yg tersebar di seluruh pelosok tanah air hingga mancanegara. Kiai Rori menyediakan waktu khusus buat para tamu, yakni tiap hari Ahad. Sedangkan utk pembaiatan, baik bagi jama’ah baru maupun lama dilakukan seminggu sekali. (ada 3 MACAM PEMBAIATAN, yaitu BAIAT BI HUSNIDZ DZAN, bagi tingkat pemula, BAIAT BIL BAROKAH, tingkat menengah dan BAIAT BIT TARBIYAH, tingkat tinggi).

Untuk menapaki level2 itu, tiap jama’ah diwajibkan dzikir rutin yg harus diamalkan oleh murid yg sudah berbaiat berupa DZIKIR JAHRI (dgn lisan) sebanyak 160 kali dan DZIKIR KHAFI (dalam hati) sebanyak 1000 kali tiap usai sholat. Kemudian ada dzikir mingguan berupa khususi yg umumnya dilakukan jama’ah per wilayah seperti kecamatan.

Thariqah yg diajarkan Kiai Rori memang dirasakan berbeda dengan thariqah atau mursyid mursyid lainnya pada umumnya. Jika kebanyakan para mursyid setelah membaiat kepada murid baru, untuk amaliyah sehari2 diserahkan kepada murid yg bersangkutan di tempat masing2 untuk pengamalannya, tidak demikian dgn Kiai Rori. Beliau sebagai Mursyid Thariqah Qadiriyah Wan Naqsabandiyah Al Utsmaniyah memiliki tanggung jawab besar, yakni tidak sekedar membaiat kepada murid baru kemudian tugasnya selesai, akan tetapi beliau secara terus-menerus melakukan pembinaan secara rutin melalui majelis khususi mingguan, pengajian rutin bulanan setiap Ahad awal bulan hijriyah dan kunjungan rutin ke berbagai daerah.

Untuk membina jama’ah yg telah melakukan baiat, khususnya di wilayah Jawa Tengah, Kiai Rori telah menggunakan media elektronik yaitu Radio Siaran untuk penyebaran dakwahnya, sehingga murid muridnya tidak lagi akan merasa kehilangan kendali. Ada lima radio di Jawa Tengah yg dimilikinya setiap pagi, siang dan malam selalu memutar ulang dakwahnya Kiai Rori, yakni Radio Rasika FM dan “W” FM berada di Semarang, Radio Citra FM di Kendal, Radio Amarta FM di Pekalongan dan Radio Suara Tegal berada di Slawi.

Radio radio inilah setiap harinya mengumandangkan dakwahnya yg sangat khas dan disukai oleh banyak kalangan, meski mereka tidak atau belum berbaiat, bahkan ketemu saja belum pernah, toh tidak ada halangan baginya untuk menikmati suara merdu yg selalu mengumandang lewat istighotsah di awal dan tutup siaran radio. Kemudian juga dapat didengar lewat manaqib rutin mingguan dan bulanan serta acara2 khusus seperti Haul Akbar di Kota Pekalongan beberapa waktu lalu disiarkan langsung oleh tiga radio ternama di Kota Pekalongan dan Batang.

Dalam setiap memberikan siraman rohani, Kiai Rori menggunakan rujukan Kitab Nashaihul Ibad karya Syekh Nawawi Al Bantani, Al Hikam karya Imam Ibnu Atha’illah dan lain2. Selain pengajian yg lebih banyak mengupas soal tasawuf, Kiai Rori juga sering menyisipkan masalah fiqih sebagai materi penunjang. Seorang ulama asal Ploso Kediri Jawa Timur, KH. Nurul Huda pernah bertutur, sulit mencari ulama yang cara penyampaiannya sangat mudah dipahami oleh semua kalangan dan do’anya sanggup menggetarkan hati seperti Kiai Asrori. Hal senada diakui oleh KH. Abdul Ghofur seorang ulama asal Pekalongan, Kiai Asrori seorang figur yg belum ada tandingnya, baik ketokohannya maupun kedalaman ilmunya.

Sadar bahwa manusia tidak akan hidup di dunia selamanya, Kiai Asrori telah berfikir jauh ke depan untuk keberlangsungan pembinaan jama’ah yg sudah jutaan jumlahnya. Perkembangan jumlah murid cukup menggembirakan ini sekaligus mengundang kekawatiran. Apa pasal ? banyaknya murid yg berbaiat di Thariqah Qadiriyah wan Naqsabandiyah Al Utsmaniyah menunjukkan bahwa ajaran ini memiliki daya tarik tersendiri. Apalagi murid2 yg telah berbaiat terus dibina melalui berbagai majelis, sehingga amalan2 dari sang guru tetap terpelihara.

Di sisi lain banyaknya murid juga mengundang kekhawatiran sang guru. Karena mereka tidak terurus dan terorganisir dengan baik, sehingga pembinaannya pun kurang termonitor. Kondisi inilah yg mendorong beberapa murid senior memiliki gagasan untuk perlunya membentuk wadah di samping dorongan yg cukup kuat dari Kiyai Asrori sendiri, sehingga diharapkan dgn terbentuknya wadah bagi para murid2nya dapat lebih mudah melaksanakan amalan amalan dari gurunya.

Maka dibentuklah wadah bernama “Jama’ah Al Khidmah”. Organisasi ini resmi dideklarasikan tanggal 25 Desember 2005 kemarin di Semarang Jawa Tengah, dgn kegiatan utamanya ialah menyelenggarakan Majelis Dzikir, Majelis Khotmil Al Qur’an, Maulid dan Manaqib serta kirim do’a kepada orang tua dan guru2nya. Kemudian menyelenggarakan Majelis Sholat Malam, Majelis Taklim, Majelis Lamaran, Majelis Akad Nikah, Majelis Tingkepan, Majelis Memberi nama anak dan lain lain.

Hasanuddin menjelaskan, organisasi ini sengaja dibentuk bukan karena latah apalagi berorientasi ke politik praktis, akan tetapi semata mata agar pembinaan jama’ah lebih terarah dan teratur. Siapapun bisa menjadi anggotanya, baik yg sudah baiat atau yg belum baiat. Seperti kegiatan kegiatan Haul Akbar di Kota Pekalongan tempo hari merupakan salah satu bukti bahwa kegiatan Jama’ah Al Khidmah banyak diminati oleh berbagai kalangan khususnya di wilayah Pekalongan dan sekitarnya.
Meskipun di wilayah ini belum banyak yg menyatakan baiat ke Kiai Asrori, ternyata magnet kiai yg berpenampilan kalem dan sederhana ini dapat menghadirkan puluhan ribu ummat Islam untuk duduk bersimpuh bersama2 dengan para kiyai, ulama, habaib dan ratusan undangan lainnya untuk bersama2 melakukan dzikir dan mendoa’akan istri Rasulullah Ummil Mukminin Sayyidatina Siti Khodijah Al Kubro yang kini telah mulai banyak dilupakan ummat Islam.

Acara ini memang tergolong khusus, pasalnya kegiatan Haul Sayyidatina Siti Khodijah tidak lazim dilaksanakan oleh ummat Islam. sehingga banyak yg tidak menyangka kegiatan ini akan mendapat perhatian yg cukup besar. Bahkan Habib Umar Bin Salim cucu Rasulullah SAW asal Hadramaut Yaman Yordania yg hadir dalam secara khusus di majelis dzikir itu mengatakan, sudah selayaknya ummat Islam mendoakan istri Rasulullah, karena beliau mempunyai peranan yg sangat penting dan banyak jasanya membantu Rasulullah dalam pengembangan ajaran Islam. ”Kami siap hadir setiap majelis ini digelar”, ujarnya usai acara.

GARIS BESAR PEMIKIRAN K.H. ACHMAD ASRORI AL-ISHAQY

K.H. Achmad Asrori al-Ishaqy adalah seorang mursyid Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah al-Ustmaniyah. Didaulat menjadi mursyid, ketika ia masih berusia 30 tahun. Usia yg tergolong sangat muda untuk dijadikan sebagai panutan umat. Akan tetapi, sebelum menjadi mursyid, ia telah memulai dakwahnya dgn cara mendirikan masjid dan mengelolanya di lingkungan tempat tinggalnya. Masjid inilah yg kemudian menjadi markas besar pengembangan tarekat yang dipimpinnya. Berawal dari masjid ini, pengembangan tarekat diusahakannya sedemikian rupa, hingga berdiri lembaga pendidikan, yayasan dan organisasi al-Khidmah. Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah Al-Ustmaniyah, terutama saat di bawah kepemimpinan K.H. Achmad Asrori, merupakan organsasi tarekat yg cukup pesat perkembangannya, di dalam dan luar negeri. Apalagi jika melihat perkembangan Jama'ah Al-Khidmah yg didirikannya, tidak terbatas pada kaum tua, melainkan telah banyak diminati oleh generasi muda. Fenomena ini perlu dikaji lebih jauh, agar dapat diperoleh pemahaman yang bermakna .

Pemikiran tasawuf K.H. Achmad Asrori al-Ishaqy tidak terlalu jauh berbeda dgn para pendahulunya dlm rangkaian struktural Tarekat Qadiriyah wan Naqsyabandiyah. Hal ini ditandai dgn berbagai penjelasannya tentang maqamat dan ahwal, yg senantiasa mengikuti apa yg telah disampaikan oleh para ulama shufiyah, seperti al-Ghazali, al-Thusi, al-Sakandary, dan lainlain. Ini menunjukkan bahwa pemikiran tasawufnya, bercorak Sunni. Kedua, Melalui kajian tentang pola pengembangan tarekatnya, K.H. Achmad Asrori mengikuti pengembangan ala neosufisme. Hal ini ditandai oleh kecenderungannya dalam mengembangkan tarekat dgn cara2 modern, rasional dan moderat, melalui Lima Pilar ajarannya.

Trend dunia saat ini memasuki era baru yg dinamakan era digital, segala sesuatu diukur dgn banyaknya frekuensi angka-angka, semakin banyak angka yg digunakan atau diperoleh, maka derajat manusia akan semakin berharga. Manusia di era ini tak ubahnya bagai robot2 pencetak angka, yg bekerja siang dan malam untuk menghasilkan nominal, dengan digit yg terbatas yg dimiliki. Akibatnya, banyak sekali yang karena tidak kuat untuk mengikuti trend yg ada, maka terjadilah penyimpanganpenyimpangan perilaku dan sikap dalam hidupnya.

Menurut M. Amin Syukur, manusia sekarang ini, sebaiknya lebih mengedepankan akhlak sebagai ajaran mengenai moral, yg hendaknya diterapkan dalam kehidupan sehari2 guna memperoleh kebahagiaan yang optimal. Ajaran2 akhlak dalam tasawuf, terutama tasawuf akhlaki (perilaku baik), membimbing seseorang untuk memiliki akhlak dan sopan santun baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun terhadap Tuhannya.

Ajaran tasawuf, dewasa ini lebih banyak dikenal dalam organisasi2 tasawuf yg disebut dengan tarekat. Terutama di Indonesia, banyak sekali tarekat2 yg termasyhur, di antaranya Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah (TQN). Tarekat yg dimunculkan oleh Syeikh Acmad Khatib Sambas ini, terus terkembang sedemikian rupa, hingga saat ini. Perkembangannya demikian pesat, nampaknya melebihi tarekat-tarekat lain yang ada di Nusantara.

Ajaran tasawuf K.H. Achmad Asrori al-Ishaqy, nampaknya sederhana dan mengena ke masyarakat. Ini terbukti dgn hadirnya ribuan jama‟ah, mana kala ia menyampaikan taushiyah. Meski jama‟ah ini juga merupakan bentukannya, namun tak dapat dipungkiri bahwa banyak di antara mereka hanya simpatisan, yg bukan merupakan anggota tarekat yg dipimpinnya, yg tertarik mengikuti kegiatan karena dorongan kebutuhan akan spiritualitas, dan sosok santun sang kiyai K.H. Achmad Asrori al-Ishaqy dalam ajaran tasawufnya, terlihat lebih menekankan adab.

Menurutnya, “Adab adalah kunci pintu menuju Allah, jika tidak ada adab, maka kita tidak dapat memasuki pintu menuju Allah, dan kita tidak bisa sampai dan disampaikan bersimpuh di hadirat Allah SWT. Meski demikian, ajaran tasawuf Kyai Achmad Asrori al-Ishaqy, cenderung praktis. Ia memberikan bimbingan kpd para jama‟ah atau murid tarekat untuk menyelaraskan kehidupan duniawi dgn senantiasa ingat kepada Allah SWT melalui dzikir. Dzikir yg diajarkan adalah dzikir tauhid yg dapat menguatkan akidah dan keimanan seseorang, jiwa akan hidup dan akal akan selamat. Selain itu fisik akan selalu sehat, karena keimanan merupakan tulang yg mampu membawa manusia dari keputusasaan kepada semangat yg kuat dan dari kekacauan kpd ketenteraman. Seseorang yg beriman akan merasakan bhw ketenteraman itu memenuhi ruang jiwanya

Di tengah berbagai krisis kehidupan yg serba materialis, sekular serta kehidupan yg sangat sulit secara ekonomi maupun psikologis, ajaran tasawuf Kyai Achmad Asrori al-Ishaqy dapat menjadi obat penawar ruhaniah.

Perkembangan tarekat yg satu ini, menarik untuk dibahas lebih lanjut, sebab di lapangan, banyak sekali upaya yg dilakukannya dalam pengembangan tarekat, agar dapat diterima oleh masyarakat di satu sisi, dan memenuhi kehausan masyarakat akan spiritualitas di sisi lain.

Tarekat yg dikomandoi oleh Kyai Achmad Asrori al-Ishaqy yg mengalami perkembangan cukup pesat dalam waktu yg relatif singkat (1978 – 2009), yg gerakannya nampak hampir ada di seluruh provinsi di Indonesia, bahkan sampai ke luar negeri, ini sungguh menarik. Bagaimana hal itu bisa terjadi?

Dimulai dari Kyai Mustain  Romli masuk Golkar menjelang pemilu 1977. Menarik untuk dicatat, bahwa KH. Achmad Asrori al-Ishaqy juga memiliki hubungan keguruan dgn Kyai Mustain Romli ini. Pemikiran KH. Achmad Asrori melalui ceramah2nya yg diputar di Radio Rasika FM. Lokus dari Radio Rasika FM ini mencakup Jawa Tengah, representasi pemikiran KH. Achmad Asrori al-Ishaqy yg diperuntukkan bagi jama‟ah al-Khidmah Jawa Tengah. Sebab, hampir menjadi kesepakatan umum, bahwa Radio Rasika FM ini menjadi sarana komunikasi dan informasi berkenaan dgn al-Khidmah yg ditujukan kepada para jama'ah di tingkat Jawa Tengah. Namun demikian, ini telah menyinggung pemikiran tasawuf KH. Achmad Asrori al-Ishaqy.

Secara historis, pada tahun 1970-an, tarekat Qadariyah wa Naqsabandiyah merupakan tarekat yg paling berwibawa di Jawa Timur, termasuk Madura, dan mengalami perkembangan di berbagai wilayah di Indonesia, terutama di Pesantren Darul Ulum Rejoso Jombang yg didirikan oleh Kyai Tamim asal Madura, merupakan pusatnya. Tarekat ini diperkenalkan kepada menantu laki2nya, Kyai Khalil yg telah memperoleh ijazah dari dari Syekh Ahmad Hasbullah di Makkah. Kyai Khalil memberikan jubah kepemimpinannya kepada putra Kyai Tamim yaitu Kyai Romli Tamim, yg pada gilirannya digantikan oleh putranya, Kyai Mustain Romli .

Kyai Utsman al-Ishaqi Surabaya adalah khalifah senior Kyai Romli yang wafat pada tahun 1984. Sebelum wafat, beliau sudah menunjuk salah seorang putranya, Kyai Achmad Asrori al-Ishaqi, sbg penggantinya sbg mursyid dlm tarekatnya karena menurut beliau, Asrorilah yg pantas mengajar fiqh dan tasawuf. Sebetulnya Kyai Asrori al-Ishaqi sudah dilantik sbg khalifah oleh ayahnya pada tahun 1978. Sejak wafatnya sang ayah, Kyai Achmad Asrori al-Ishaqi yg memimpin semua kegiatan, termasuk ketarekatan di Pesantren Sawahpulo Surabaya dan selanjutnya mendirikan pula Pesantren al-Fithrah di Kedinding Lor Surabaya. Seiring dgn jalannya waktu, jama'ahnya semakin bertambah hingga ribuan orang, bahkan jutaan orang, karena tarekat ini merupakan tarekat fenomenal yg akan menjadi oase dunia karena terbukti perkembangannya yg begitu cepat, sudah sampai ke luar negeri, Singapore, Malaysia, Bruney Darusalam, Thailand, Arab Saudi dan Australia. Inilah tarekat Qadariyah wa Naqsabandiyah al-Utsmaniyah

Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah ini, pada awal abad XV H (saat ini) banyak dikenal oleh masyarakat melalui tangan halus K.H. Achmad Asrori al-Ishaqy. Tarekat ini populer melalui organisasi keagamaan yg bernama al-Khidmah, dan Pondok Pesantren al-Fithrah.

Hal yang menarik dalam ajaran Tarekat Qadariyah wa Naqsyabandiyah Utsmaniyah ini, termasuk ajaran tarekat K.H. Achmad Asrori al-Ishaqy, di mana mereka cenderung mengagungkan Rasulullah, para sahabat dan ahlul bait-nya, segala bentuk pemahaman maqamat dan ahwal, senantiasa dikaitkan dgn cinta rasul. Yang terpenting dan merupakan inti ajaran Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah adalah dzikir, yakni dzikir lisan dan dzikir qalbu. Dzikir lisan atau disebut juga dzikir nafi itsbat yaitu ucapan lâ ilâha illa Allah. Pada kalimat ini terdapat hal yang menafikan yang lain dari pada Allah dan mengitsbatkan Allah. Sedangkan dzikir qalbu yaitu dzikir yg tersembunyi di dalam hati, tanpa suara dan kata2. Dzikir ini hanya memenuhi qalbu dgn kesadaran yg sangat dekat dgn Allah, seirama dengan detak jantung serta mengikuti keluar masuknya nafas.

Sementara dzikir qalbu atau dzikir ismu dzat adalah dzikir kepada Allah dengan menyebut Allah, Allah, Allah secara sirr atau khafi (dalam hati) dzikir ini juga disebut dengan dzikir lathâif yang merupakan ciri khas Tarekat Naqsyabandiyah.

umum, semua ajaran Kyai Achmad Asrori al-Ishaqi, dalam hal praktek ketarekatan, telah tersusun melalui 5 (lima) pilar utama yg telah ditetapkan sebagai soko guru, tuntunan, bimbingan dan wasiatnya sebagai mursyid tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah Utsmaniyah. Berdasarkan LIMA PILAR utama tersebut, dapat ditelusuri mengenai apa dan bagaimana pemikiran Kyai Achmad Asrori al-Ishaqy dalam mengembangkan TQN. Lima pilar yg dimaksud adalah: PERTAMA, hal yg berkenaan dgn alThariqah; KEDUA, hal yg berkenaan dgn Pondok Pesantren Assalafi AlFithrah; KETIGA, hal yg berkenaan dgn Yayasan Al-Khidmah Indonesia; KEEMPAT, hal yg berkenaan dgn Perkumpulan Jama‟ah Al-Khidmah; dan, KELIMA, hal yg berkenaan dengan Keluarga Hadlratus Syaikh Achmad Asrori Al-Ishaqi RA, yaitu istri serta putra-putri keturunannya.

Lima pilar yg disebutkan di atas, merupakan pokok ajaran dan tuntunan serta bimbingan yg harus dijadikan sebagai pedoman bagi para pengikutnya. Sebab, Jamaah Thariqah al-Qadiriyyah Wa alNaqsyabandiyyah,Pondok Pesantren Assalafi Al-Fithrah, Yayasan AlKhidmah Indonesia, Perkumpulan Jama‟ah Al-Khidmah dan Keluarga dihimpun dalam satu wadah tersebut. Diberikannya pedoman Lima Pilar Utama ini, memiliki maksud dan tujuan sebagai sokoguru tuntunan dan bimbingan Hadlratus Syaikh agar dijadikan dasar dan pegangan serta pedoman dan landasan yg kuat, bagi dan oleh setiap dan segenap murid TQN serta jamaahnya di dalam ber-khidmah.

Adapun pokok2 pikiran yg merupakan pemikiran Kyai Achmad Asrori al-Ishaqy, antara lain: ketarekatan, kependidikan, keorganisasian, keummatan, dan kekeluargaan. Masing2 pokok pikiran tersebut akan diuraikan sebagai berikut:

Pilar I : Ketarekatan

Kyai Achmad Asrori al-Ishaqy memahami, bahwa masih banyak orang yang anti terhadap tarekat. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, di antaranya terjadi kesalahpahaman dalam memaknai tarekat. Kesalahpahaman itu antara lain, masih banyak yang memandang bahwa amalan-amalan tarekat sangat ketat dan berat, sehingga diperlukan waktu yang cukup untuk mengamalkannya. Kemudian,untuk memasuki tarekat, seseorang haruslah memiliki tingkat kesucian lahiriah dan batiniah tertentu.

Padahal, menurut Kyai Asrori, akan terjadi dampak negatif yang luar biasa dalam umat Islam, jika mereka enggan memasuki tarekat. Dampak negatif itu antara lain: Pertama, merosotnya penghayatan keagamaan, akibat makin meningkatnya semangat sektarianisme dan formalisme. Kedua, melemahnya dimensi spiritualisme akibat pendewaan terhahadap rasionalisme, positivisme dan ilmu pengetahuan. Ketiga, melemahnya kesalehan sosial akibat melemahnya semangat saling menghargai, saling menyayangi dan saling menolong antar sesama manusia. Oleh karena itu, diperlukan institusi yang khusus menangani masalah spiritualitas. Dalam hal ini, tarekatlah yang lebih membidangi persoalan ini.

Bila dibandingkan dgn alasan2 yg dikemukakan oleh para cendekiawan berkenaan dgn urgensi spiritualitas pada umumnya dan sufisme serta tarekat pada khususnya, maka tampak sekali ada kesamaan. Bahwa di samping memberi kemudahan bagi manusia, manusia juga terasing dari dimensi spiritualitasnya. Ketika manusia melepaskan diri dari koneksi spiritualitas, maka ia akan seperti layang-layang yang putus dari benangnya, tidak menyangkut ke langit dan tidak pula ke bumi. Kondisi masyarakat modern berada pada tepi eksistensi yang sesungguhnya, bukan pada pusat eksistensi, oleh karena itu menimbulkan kegelisahan-kegelisahan yang berasal dari dirinya sendiri.

SEBAB2 KEGELISAHAN itu dapat diklasifikasi menjadi EMPAT MACAM, yaitu: PERTAMA, karena takut kehilangan apa yg dimiliki; KEDUA, timbulnya rasa khawatir terhadap masa depan yang tidak disukai (trauma akibat imajinasi masa depan); KETIGA, rasa kecewa terhadap hasil kerja yg tidak mampu memenuhi harapan dan kepuasan; dan, KEEMPAT, banyak melakukan pelanggaran dan dosa. Karena itu wajar bila kehidupan modern sekarang ini tampil dgn wajah antagonistik. Di satu pihak modernisme telah mendatangkan kemajuan spektakuler dalam bidang material. Tetapi di lain pihak modernisme menghasilkan wajah kemanusiaan yg buram, seperti terlihat pada akibat2 kemanusiaan yg ditimbulkannya. Beberapa akibat tersebut antara lain, manusia modern semakin tidak mengenal dan terasing dari dirinya sendiri dan Tuhannya setelah mengalami kehidupan yg sedemikian mekanistik; munculnya kegelisahan dan kegersangan batiniah dan krisis tentang makna dan tujuan hidup.

Dengan demikian, mendesak bagi tiap individu untuk menemukan dirinya secara utuh, mulai dari dimensi fisik, mental dan spiritual. Tapi mereka tidak memiliki keberanian yg cukup untuk memasuki tarekat, karena sejumlah alasan yang telah disebutkan di atas. Maka berdirinya Jama‟ah al-Khidmah ini dapat menjadi salah satu jawabannya. Secara umum, jamaah ini bertujuan untuk mewadahi mereka yg belum siap secara mental dan spiritual untuk masuk ke dalam tarekat, tetapi sangat membutuhkan dzikir2 dgn bimbingan orang2 yg memiliki genealogi spiritual yg jelas.

Baik alasan2 yg dikemukakan oleh Kyai Asrori maupun para cendekiawan pada umumnya berkenaan dengan urgensi sufisme dan tarekat di era modern ini, sama2 bertumpu pada sisi negative kemanusiaan. Dengan kata lain, sufisme dan tarekat dibutuhkan pada saat manusia kehilangan salah satu dimensi kemanusiaannya. Sehingga dapat disimpulkan, bahwa ketika manusia mampu menemukan dirinya secara utuh, maka sufisme dan tarekat tidak dibutuhkan. Kesimpulan ini ada benarnya. Sehingga beberapa orang menganggap bahwa sufisme dan apalagi tarekat tidak diperlukan. Namun demikian, akan lebih tepat kiranya bila dinyatakan bahwa sufisme dan tarekat diperlukan dalam kondisi apapun, baik dalam kondisi senang maupun susah, dalam kondisi utuh maupun tidak utuh. Sebab sufisme dan tarekat, dlm arti spiritualismenya, merupakan bagian tak terpisahkan dari keberadaan manusia, agar manusia dalam kondisi tertentu akan tampak tingkatan2 ruhaniahnya, yg disebut ”MAQAMAT”, sedang hasil yg dicapai karena karunia Allah disebut ”AHWAL”.

Menurut K.H. Achmad Asrori, hati yg baik dan bagus (Jawa, genah) merupakan kemaslahatan yg agung. Sedangkan hati yg rusak (bobrok) merupakan kerusakan yg sangat dahsyat. Sehingga mengetahui hal2 yg menjadikan hati baik dan bagus merupakan keharusan yg harus dicari. Demikian juga mengetahui hal2 yg menyebabkan rusak dan bobroknya hati, agar dijauhi.

Hal2 yg menjadikan hati baik dan bagus itu ada TIGA TAHAPAN: PERTAMA, ilmu, yakni mengetahui dan mengerti Allah, sifat2 Allah dan asma2 Allah, membenarkan semua yg dibawa oleh para rasul, disertai dgn mengetahui hukum2 dan pengertiannya, mengetahui gerak-gerik tujuan dan maksud hati, serta prilaku yg terpuji dan prilaku yg tercela. KEDUA, amal perbuatan yakni menghiasi hati dgn prilaku yg terpuji, membersihkannya dari prilaku yg tercela, mendudukkan hati pada maqam pendakian dan meningkatkannya menuju pendakian yg lebih utama. KETIGA, prilaku batin (ahwal) yakni merasa diawasi oleh Allah atau menyaksikan Allah sesuai dgn kadar kesiapan dan persiapannya. Sbgmana dlm penjabaran sabda rasul saw ”Menyembah Allah seakan2 engkau melihatnya”.

Modal utama dalam kebaikan dan kebagusan hati adalah memperhatikan makanan yang halal dan menjauhi hal-hal yang syubhat, karena makanan yg haram dan syubhat akan mengakibatkan hati menjadi gelap, keras dan sikap tidak mudah menerima kebenaran.

Dalam kitab al-Maqshadul Asna fi Syarhi Asmail Husna (al-Ghazali) dari hadits Nabi: ”Berahklaklah dengan akhlak-akhlak Allah”, dan “Sesungguhnya Allah memiliki 117 (seratus tujuh belas) akhlak, barang siapa berbudi dgn salah satunya, maka ia akan masuk surga” juga dapat diartikan: Wujudnya maqam baqa‟ setelah maqam fana‟, sehingga sifat2 seorang hamba akan lebur dan terlipat, sebab adanya tajalliyyat (penampakan) sifat2 ketuhanan kepadanya. Sehingga dapat di simpulkan bahwa fana‟ itu ada tiga, yaitu: sirna, semua perbuatannya sebab perbuatan-perbuatan Allah, sirna, semua sifatnya sebab sifat2 Allah, dan sirna, dzatnya sebab Dzat Allah. Oleh karena itu, ketika kecintaan dan kedekatan hamba kepada Allah telah menyirnakannya dari dirinya, maka Allah akan mendudukkannya pada maqam baqa‟. Fana‟ adalah jalan untuk menuju baqa‟.

Barang siapa sempurna maqam fana‟nya, maka sempurnalah maqam baqa‟nya. Dan barang siapa sirna dari selain Allah, maka baqa‟nya hanya dgn Allah Fana‟ menjadikan mereka diampuni, sedangkan baqa‟ menjadikan mereka mendapat pertolongan. Fana‟ dapat menghadirkan apapun bersama Allah, maka mereka tidak akan pernah putus oleh sebab apapun.  Fana‟ dapat mematikan mereka, sedangkan baqa‟ dapat menghidupkan mereka.

Masih berhubungan dgn fana‟ adalah rabithah, merupakan istilah dari ikatan dan jalinan ruhani seorang salik dengan gurunya, dengan selalu menjaga dan menghadirkan guru mursyidnya dalam hatinya, atau dgn membayangkan suatu sosok bahwa ia adalah guru mursyidnya. Ketika rabithah sudah mewarnai seorang salik, maka ia akan dapat melihat guru mursyidnya pada segala sesuatu. Hanya berdzikir saja tanpa disertai dgn rabithah (membayangkan wajah guru ketika berdzikir) dan tanpa disertai dengan fana‟ pada guru mursyid tidak akan pernah mendekatkan, menghantarkan dan menyampaikan salik di sisi Allah SWT. Adapun rabithah yg  disertai dgn adab2, karena adab adalah kunci pintu menuju Allah, jika tidak ada adab, maka tidak adapat memasuki pintu menuju Allah, dan tidak bisa sampai dan disampaikan bersimpuh di hadirat Allah SWT

Tingkatan (maqomat) menurut Kyai Asrori,  ada empat macam yang harus dilakukan oleh seorang salik untuk menuju maqamat di atas, yaitu maqam cinta dan rindu terlebih dahulu. Untuk bisa sampai ke kedua maqam ini, si salik harus memenuhi syarat-syarat berikut:

Seseorang salik yg ingin mengenal, melihat dan bersimpuh di hadapan Allah hendaknya bisa menjalankan prilaku tirakat, mengurangi makan (taqlilu al-tha‟am), menjalankan ibadah baik waktu siang maupun malam, seperti shalat hajad, shalat tahajud, dan shalat sunnah lainnya.

Seorang salik hendaknya mampu menjalankan, menghurangi tidur memperbanyak ibadah baik siang maupun malam hari (taqlilu almanam), menjalankan ibadah baik waktu siang maupun malam, seperti shalat hajad, shalat tahajud, dan shalat sunnah lainnya.

Seorang salik harus mampu mengurangi, menghindari masalah keduawian (i‟tizal al-anam) memperbanyak ibadah, tidak silau dgn keadaan, pernik keindahan, permasalahan kebutuhan dunia, kecuali hanya sekedarnya bisa hidup, dan menghidupi.

Seorang salik hendaknya senang berkorban dalam mengarungi bahtera hidupnya dgn menghiasi dirinya dgn mahabbah, taqarrub, kumpul dengan orang2 shaleh (wa shahbatu ahli al-kamal). kumpul dapat di artikan, seperti kumpul dalam majelis dzikir, yasin, tahlil, shalawat, manaqib, maulid al- rasul, bahkan majelis kirim doa (dalam bahasa jawa, kirim dongo, andum dongo) kepada Rasulullah, sahabat2nya, para auliya‟ dan ulama‟ salafus shaleh, kepada guru2, kepada saudara2, teman2, baik teman bermain (masa kecil), teman2 kerja, dan teman2 sekarang, kepada tetangga, dan kirim doa kepada keluarga sendiri.

Dengan demikian, sesungguhnya K.H. Achmad Asrori al-Ishaqy, hendak menunjukkan bahwa tidak ada yg negatif dari perilaku tarekat, sebaliknya justru merupakan sesuatu yg sangat urgent dalam kehidupan modern saat ini. Namun bagaimanapun juga, karena ketakutan dan kesalahpahaman terhadap keberadaan tarekat itu sudah demikian mengakar, maka diperlukan strategi yang tepat untuk mengatasinya. Salah satunya, apa yg dilakukan oleh Kyai Asrori, yakni dgn mendirikan organisasi keagamaan al-Khidmah, yg didukung pula dgn lembaga pendidikan formal dan non-formal, seperti al-Fithrah.

Pilar II: Kependidikan

Kyai Achmad Asrori al-Ishaqy, menjadi mursyid TQN, ketika ia baru berusia 30 tahun. Ia ditunjuk langsung oleh ayahnya, Kyai Usman alIshaqy, dgn wasiat sebelum wafat. Sebelumnya, tonggak kepemimpinan TQN dipegang oleh Kyai Minan, kakak Kyai Asrori, namun setahun kemudian diserahkan kepadanya. Tidak diketahui secara pasti menganai penyerahan ini. Sebagai pemimpin yang baik, Kyai Asrori ternyata tidak main2 dalam menjalankan amanah. Sebelum menjadi mursyid, ia telah membuat sebuah gerakan spektakuler, yaitu mendirikan pondok pesantren, yang bermula dari jama‟ah kecil di masjid dekat rumahnya. Kemudian, setelah pesantren berdiri, ia melanjutkan program pembinaannya, sesuai dgn gaya ketarekatan.

Hal ini sangat luar biasa, nampaknya Kyai Asrori sadar betul bahwa untuk membina jama‟ah, diperlukan sebuah wadah yang tepat. Pesantren, adalah suatu lembaga, yg selama ini memang „identik‟ dengan tasawuf dengan tarekatnya. Melalui pesantren inilah, disinyalir ajaran tasawuf melalui tarekat berkembang pesat di Indonesia.

Menurut Alwi Shihab, pesantren merupakan penjabaran real system pendidikan dalam tasawuf. Oleh karena itu, melalui pesantren,  tasawuf maju pesat di Indonesia, sejak dahulu hingga kini. Pesantren menawarkan pengajaran ilmu-ilmu agama dan nilai-nilainya dari segala aspek, dengan pemusatan pada penerapan ilmu-ilmu dan nilai-nilai tersebut dengan mengharap ridha Allah SWT dan Rasul-Nya35

Lebih lanjut, peranan pesantren dalam memantapkan aqidah ahlu al-sunnah wa al-jama‟ah, melalui cara ribath sufi, mewajibkan murid ta‟at kepada syaikh dan menjadikannya suri tauladan untuk menuju kepada ridha Allah SWT, dengan jalan yg dirumuskan syaikh melalui wirid, dzikir, dan disiplin melaksanakan sunnah yg diajarkan oleh syaikh yg bersambung kepada sahabat dan Rasulullah saw., merupakan bukti konkrit bahwa semua aspek dalam tradisi pesantren bersumber dari tasawuf, khususnya tarekat.

Mungkin ada kaitannya dengan pengajaran dari gurunya terdahulu ketika belajar di Rejoso Jombang. Kyai Musta‟in Romli, yang juga seorang syeikh tarekat Qadiriya wa Naqsyabandiyah, telah membuka lembaga pendidikan, mulai dari tingkat dasar hingga ke perguruan tinggi, ternyata cukup berhasil dalam mengembangkan tarekat, bahkan menjadi pusat pendidikan umum yang bernafaskan Islam. Menurut Alwi Shihab, para pengamat sepakat bahwa keberadaan Darul Ulum – (di mana Kyai Asrori pernah belajar di sana, pen) – diharapkan dapat mewujudkan tujuan yang diinginkan sebagai benteng tarekat, pusat pendidikan, dan pengajaran di Indonesia.

Mengawali karir sebagai mursyid tarekat, dengan cara mendirikan pesantren, merupkan suatu langkah yang sangat tepat. Melalui pesantren, Kyai Asrori akan dapat mengembangkan ajaran tarekat yang menjadi misinya. System pesantren yang sejak dulu telah bersifat baku, yakni terpusat pada kyai, akan memudahkan Kyai Asrori dalam menerapkan system tarekat yang dianutnya. Nampaknya, perkembangan TQN sampai saat ini, salah satunya karena didukung oleh keberadaan pesantren yang didirikan oleh Kyai Asrori, yaitu pesantren Al-Fithrah.

Untuk mewujudkan misinya, pesantren ini membuat kegiatan sendiri yg lain dari pada yg lain. Secara umum, kegiatan2 yg ada pada ponpes Assalafi Al Fithrah digolongkan menjadi tiga, yaitu SYIAR, WADLIFAH dan TARBIYAH. Syi'ar, meliputi minggu manaqib awal, pengajian ahad kedua, haul, majlis dzikir dan maulidur Rasul SAW. Wadlifah Yaitu kegiatan yg bersifat berangkat (Suatu kegiatan yg berkaitan langsung dgn Allah SWT., Baginda Rasulilah Muhammad saw Sulthanul Aulia‟ Syaikh Abdul Qodir al Jilany ra. dan Kyai Achmad Asrori al-Ishaqi dan berguna utk menanamkan dan melatih tanggung jawab dan kejujuran hati kepada Allah SWT, Baginda Habibillah Rasulilah Muhammad saw., Sulthanul Aulia‟ Syaikh Abdul Qodir al -Jailany ra. dan Kyai Achmad Asrori al –Ishaqy.

Kegiatan Wadlifah ini tidak boleh dirubah oleh siapapun dan kapanpun (Majelis Lima Pilar) yaitu:

Jama‟ah maktubah, Shalat sunah (qobliyah dan ba‟diyah, isyraq, dhuha, isti‟adah, tsubutil Iman, hajat dan tasbih);
Aurad-Aurad yang telah di Tuntunkan dan dibimbingkan.
Qiro‟atul Qur‟an Al Karim (dilakukan setelah tahlil subuh, diawal dengan al-Fatihah 3 kali, membaca al-Qur‟an dengan sendiri-sendiri satu juz ditutup dengan kalamun dan do‟a al-Qur‟an.

Maulid (dilakukan : setiap malam jum‟at , diawali dengan Al-Fatihah 3 kali , kemudian membaca Ya Rabby , Inna Fatahna , Yaa Rasulallah, dengan dipandu oleh pembaca, kemudian membaca rawi mulai dari alHamdulillahi al Qowiyyil al Gholib dengan dibaca sendiri – sendiri sampai Fahtazzal Arsyu, lalu Fahtazzal Arsyu sampai Mahallul Qiyaam dibaca dengan dipandu oleh pembaca kemudian Wawulida dan rowi – rowi setelahnya dibaca dengan sendiri – sendiri sampai doa, kemudian membaca nasyid dengan diiringi dengan dzikir.

Manaqib (dilakukan setiap malam ahad, diawali dengan al-Fatihah 3 kali , kemudian membaca manaqib sendiri – sendiri selama 20 menit lalu doa kemudian membaca Ibadallah, Yaa Arhamarrohimin dan nasyid sampai selesai kira – kira 10 – 15 menit .

Nampaknya, melalui kegiatan khusus lembaga pendidikan ini, dapat disimpulkan bahwa Kyai Asrori hendak menancapkan nilai-nilai akhlak al-karimah kepada para siswanya. Mungkin ia sadar, bahwa kemerosotan akhlak di kalangan pelajar, saat ini hampir mencapai puncaknya. Melalui lembaga pendidikan ini, ia ingin menciptakan generasi berakhlak mulia.

Pilar III: Keorganisasian

Berdirinya organisasi (al-Khidmah), secara umum dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa demikian sulitnya mencetak generasi saleh yang dapat menyenangkan kedua orang tua, sahabat, tetangga, guruguru sampai Rasulullah saw. Selain itu masih banyak persoalan yang mendasar, sehingga mendesak didirikannya sebuah organisasi, yang juga dikemukakan sendiri oleh Kyai Asrori al-Ishaqi.

Organisasi itu, tidak langsung bernama tarekat, tapi dengan nama lain yg lebih bisa diterima oleh masyarakat awam. Oleh karenanya, didirikanlah al-Khidmah. Meskipun demikian, Kyai Asrori bukan orang yg buta masalah organisasi. Terbukti, melalui al-Khidmah, Kyai Asrori menetapkan sistem kepengurusan yg jelas dan aplikatif. Menejemen organisasi ditata sedemikian rupa, mengikuti sistem modern, yg jelas2 tidak terjadi dalam kepemimpinan tarekat. Akan tetapi, memang ada sedikit yg diselipkan mengenai sistem tarekat, misalnya kewenangan Imam Khususi. Hal ini terlihat dari struktur organisasi al-Khidmah yang minimal terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara, koordinator dan seksi-seksi sesuai kebutuhan.

Pilar IV: Keummatan

Sampai akhir hayatnya, Kyai Asrori belum sempat menunjuk salah seorang muridnya untuk menggantikan kedudukannya sebagai mursyid TQN. Tidak juga keluarganya, sebagai penerus estapet kepemimpinan tarekat sebagaimana lazimnya. Hal ini menarik, karena umumnya seorang mursyid telah mengangkat pengganti sebelum ia meninggal.

Ketua Pusat Thariqah, Abdur Rosyid, memaparkan tentang kethariqahan, menjelaskan bahwa: Pertama, pada pengajian Ahad ke-II tanggal 12 Rajab 1430 H / 5 Juli 2009, Kyai Asrori menyatakan tidak ada orang yg bisa menggantikannya sebagai guru mursyid penerus beliau. Namun, ia menjelaskan tentang syarat2 menjadi mursyid, antara lain:

1) Mengetahui dan meyakini „Aqidah Ahl al-Sunnah Wa al-Jama‟ah dalam bidang Tauhid; 2) Mengetahui dan mengerti Allah (ma‟rifat billah); 3) Mengetahui hukum2 fardhu „ain; 4) Mengetahui dan mengerti adab2 dalam hati, cara membersihkannya, menyempurnakannya, melirik dan melihat terhadap penyakit2 jiwa; dan, 5) Telah diberi restu dan izin dari gurunya.

Selanjutnya, Kyai Asrori telah menetapkan imam khususi di masing2 wilayah. Imam Khushushi adalah orang2 yg telah ditunjuk oleh Hadlratus Syaikh Achmad Asrori Al-Ishaqi r.a. untuk menjadi imam Khushushy. Hanya murid thariqah yg telah ditunjuk oleh mursyid/guru thariqah-nya sajalah yg dapat dan diperbolehkan menjadi dan sbg imam khushushi untuk/dari jama‟ah thariqah yang bersangkutan. Seorang imam Khushushi yg ditunjuk dan telah ditetapkan oleh seorang mursyid/guru thariqah, tidak diberi kekuasaan dan/atau kewenangan sama sekali, dan oleh karenanya, dia tidak diperbolehkan untuk menunjuk dan/atau mengangkat seseorang, atau orang lain sebagai pengganti dirinya dan/atau untuk mewakili dirinya selaku imam khushushy.

Tentang organisasi thariqah merujuk kepada buku Pedoman Kepemimpinan dan kepengurusan dalam kegiatan dan Amaliah alThariqah dan Al-Khidmah. Hadlratus Syaikh telah menetapkan kepengurusan jamaah yg terdiri dari kepengurusan Jama‟ah Thariqah, Pondok Pesantren Assalafi Al-Fithrah, Yayasan Al-Khidmah Indonesia dan Perkumpulan Jamaah Al-Khidmah.

Hadlratus Syaikh (K.H. Achmad Asrori) mewajibkan seluruh murid dan jama'ah untuk tunduk dan taat kepada ketentuan yg telah ditentukan oleh pengurus. Hadlratus Syaikh telah menegaskan dalam majlis sowanan terakhir hari Ahad tanggal 19 Juli 2009 (27 Rajab 1430 H) bahwa ia tidak meridloi orang yg ingkar terhadap kepengurusan dan melarang seluruh murid dan jamaah untuk menghadiri majlis yg diadakan oleh orang tersebut (yaitu orang yg ingkar terhadap kepengurusan)”

Berdasarkan uraian2 di atas, maka jelaslah bahwa persoalan keummatan telah diserahkan oleh Kyai Asrori kepada para Imam Khususi.  Merekalah yang bertanggung jawab terhadap umatnya di wilayahnya masing-masing. Pertanyaannya kemudian adalah, bagaimana kelanjutan kekuasaan kepemimpinan TQN, sepeninggal Kyai Asrori? Apakah para imam khususi itu, sementara mereka tidak diberi kewenangan untuk mengangkat murid?

Nampaknya, Kyai Asrori mencoba membuat system baru dalam keorganisasian tarekat. System baru itu berbentuk sebuah organisasi modern yg memiliki struktur dan pembagian kerja, yg jelas2 kolektif – kolegial. Demokratisasi pun juga melekat dan system ini, dan akan sangat berbeda dengan system kepemimpinan tarekat sebelumnya.

Namun yg lebih menarik lagi, mursyid tarekat masih berpusat padanya. Dengan demikian, sampai kapan pun posisi tertinggi dari kepemimpinan TQN Usmaniyah, tetap akan mengacu kepadanya. TQN Usmaniyah akan terus berkembang melalui para Imam Khususi yg akan terus bertambah, mengikuti perkembangan jama‟ah al-Khidmah. Dari sini, persoalan keumatan (khususnya jama‟ah TQN) akan dapat terayomi dan terpelihara dengan baik.

Pilar V: Kekeluargaan

Satu hal yg dipesankan Kyai Asrori berkenaan dgn keluarganya, yaitu tentang tempat pemakaman. Selain itu tidak ada yg dikhususkan bagi keluarga dan orang2 terdekatnya. Sesuai dgn bunyi ketetapan lima pilar utama, bahwa yg dimaksud dgn keluarganya adalah Istri dan putra-putrinya. Akan tetapi, Kyai Asrori telah memberikan suatu pengertian yg sama sekali berbeda dgn yg pernah ada. Ketika berbicara tentang kekeluargaan, maka dapat ditelusuri melalui term jamaah‟ dalam istilah “Jamaah al-Khidmah”. Term Jamaah, yg ditulis dengan ”J” (huruf besar) menunjuk kepada organisasi atau keluarga besar yg meliputi dewan penasehat, pengurus dan jama‟ah (dengan j huruf kecil). Sedang  jamaah dgn ”j” (huruf kecil) menunjuk pada anggota al-Khidmah, yang dikategorikan menjadi muridin, muhibbin.
Wallahualam aklam.....لهم الفا تحة

ainuxs
catatan2 yang mungkin bermanfaat suatu hari nanti....

Related Posts

:

Subscribe Our Newsletter