Kebanyakan manusia takut terjatuh ke dalam kemiskinan. Mereka
berusaha dengan berbagai cara untuk menghindarinya. Mereka begitu sedih
dan berduka cita ketika mengalami kekurangan harta. Bahkan sampai-sampai
di antara mereka ada yang menukar agamanya hanya untuk mendapatkan
sebagian harta benda duniawi. Seperti datang ke dukun, paranormal dan
yang sejenisnya untuk meminta jimat, jampi-jampi dan sejenisnya kepada
mereka. Atau memelihara/meminta bantuan makhluk halus (baca:jin) dalam
rangka mendapat kekayaan. Dengan ini mereka telah menjual aqidah dan
agamanya dengan kesenangan duniawi yang rendah dan sesaat. Nas`alullaahas salaamah wal ‘aafiyah.
Benarkah kemiskinan yang perlu kita takutkan? Benarkah kemiskinan yang dikhawatirkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam atas ummatnya?
عَنْ عَمْرو بْنِ عَوْفٍ الأَنْصَارِيِّ، أَنَّ رَسُوْلَ
اللهِ بَعَثَ أَبَا عُبَيْدَةَ بْنَ الْجَرَّاحِ إِلَى الْبَحْرَيْنِ
يَأْتِي بِجِزْيَتِهَا، فَقَدِمَ بِمَالٍ مِنَ الْبَحْرَيْنِ، فَسَمِعَتِ
الأَنْصَارُ بِقُدُوْمِ أَبِي عُبَيْدَةَ، فَوَافَوْا صَلاَةَ الْفَجْرِ
مَعَ رَسُوْلِ اللهِ، فَلَمَّا صَلَّى رَسُوْلُ اللهِ، اِنْصَرَفَ،
فَتَعَرَّضُوْا لَهُ، فَتَبَسَّمَ رَسُوْلُ اللهِ حِيْنَ رَآهُمْ، ثُمَّ
قَالَ: ((أَظُنُّكُمْ سَمِعْتُمْ أَنَّ أَبَا عُبَيْدَةَ قَدِمَ بِشَيْءٍ
مِنَ الْبَحْرَيْنِ)) فَقَالُوْا: أَجَل يَا رَسُوْلَ اللهِ، فَقَالَ:
((أَبْشِرُوْا وَأَمِّلُوْا مَا يَسُرُّكُمْ، فَوَاللهِ مَا الْفَقْرَ
أَخْشَى عَلَيْكُمْ وَلَكِنِّي أَخْشَى أَنْ تُبْسَطَ الدُّنْيَا
عَلَيْكُمْ كَمَا بُسِطَتْ عَلَى مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ، فَتَنَافَسُوْهَا
كَمَا تَنَافَسُوْهَا، فَتُهْلِكَكُمْ كَمَا أَهْلَكَتْهُمْ))
Dari ‘Amr bin ‘Auf Al-Anshariy radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Abu ‘Ubaidah Ibnul Jarrah radhiyallahu ‘anhu
ke negeri Bahrain untuk mengambil upeti dari penduduknya (karena
kebanyakan mereka adalah Majusi ?pent). Lalu dia kembali dari Bahrain
dengan membawa harta. Maka orang-orang Anshar mendengar kedatangan Abu
‘Ubaidah. Lalu mereka bersegera menuju masjid untuk melaksanakan shalat
shubuh bersama Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
selesai shalat beliau pun berpaling (menghadap ke arah mereka). Lalu
mereka menampakkan keinginannya terhadap apa yang dibawa Abu ‘Ubaidah
dalam keadaan mereka butuh kepadanya. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun tersenyum ketika melihat mereka.
Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku menduga kalian telah mendengar bahwa Abu ‘Ubaidah telah datang dengan membawa sesuatu (harta) dari Bahrain.” Maka mereka menjawab, “Tentu Ya Rasulullah.” Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bergembiralah dan harapkanlah apa-apa yang akan menyenangkan kalian. Maka demi Allah! Bukan kemiskinan yang aku khawatirkan atas kalian. Akan tetapi aku khawatir akan dibentangkan dunia atas kalian sebagaimana telah dibentangkan atas orang-orang sebelum kalian. Lalu kalian pun berlomba-lomba padanya sebagaimana mereka berlomba-lomba padanya. Kemudian dunia itu akan menghancurkan kalian sebagaimana telah menghancurkan mereka.” (HR. Al-Bukhariy no.3158 dan Muslim no.2961)
Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku menduga kalian telah mendengar bahwa Abu ‘Ubaidah telah datang dengan membawa sesuatu (harta) dari Bahrain.” Maka mereka menjawab, “Tentu Ya Rasulullah.” Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bergembiralah dan harapkanlah apa-apa yang akan menyenangkan kalian. Maka demi Allah! Bukan kemiskinan yang aku khawatirkan atas kalian. Akan tetapi aku khawatir akan dibentangkan dunia atas kalian sebagaimana telah dibentangkan atas orang-orang sebelum kalian. Lalu kalian pun berlomba-lomba padanya sebagaimana mereka berlomba-lomba padanya. Kemudian dunia itu akan menghancurkan kalian sebagaimana telah menghancurkan mereka.” (HR. Al-Bukhariy no.3158 dan Muslim no.2961)
Jangan Takut dengan Kemiskinan!
Ketika Abu ‘Ubaidah kembali dengan membawa harta dari negeri Bahrain,
terdengarlah hal ini oleh orang-orang Anshar. Lalu mereka pun bersegera
mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk melaksanakan shalat shubuh. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
selesai shalat, mereka menampakkan keinginannya terhadap apa yang
dibawa Abu ‘Ubaidah dalam keadaan mereka butuh kepadanya. Maka
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun tersenyum yakni tertawa tanpa mengeluarkan suara. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tersenyum karena mereka datang dalam keadaan mengharapkan harta.
Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku menduga kalian telah mendengar bahwa Abu ‘Ubaidah telah datang dengan membawa sesuatu (harta) dari Bahrain.”
Maka mereka menjawab, “Tentu Ya Rasulullah.” Yakni kami telah
mendengarnya dan kami sengaja datang untuk mendapatkan bagian kami.
Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bergembiralah dan harapkanlah apa-apa yang akan menyenangkan kalian. Maka demi Allah! Bukan kemiskinan yang aku khawatirkan atas kalian.”
Berarti kemiskinan bukanlah yang dikhawatirkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam atas kita.
Bahkan kadang-kadang kemiskinan bisa menjadi kebaikan bagi seseorang ketika dia bersabar dan tetap taat kepada Allah ? dalam kemiskinannya tersebut.
Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bergembiralah dan harapkanlah apa-apa yang akan menyenangkan kalian. Maka demi Allah! Bukan kemiskinan yang aku khawatirkan atas kalian.”
Berarti kemiskinan bukanlah yang dikhawatirkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam atas kita.
Bahkan kadang-kadang kemiskinan bisa menjadi kebaikan bagi seseorang ketika dia bersabar dan tetap taat kepada Allah ? dalam kemiskinannya tersebut.
Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Bukan kemiskinan yang aku khawatirkan atas kalian.”Yakni aku tidak mengkhawatirkan kemiskinan atas kalian.
Karena sesungguhnya orang yang miskin secara umum lebih dekat kepada kebenaran daripada orang yang kaya.
Perhatikanlah oleh kalian keadaan para rasul! Siapakah yang
mendustakan mereka? Yang mendustakan mereka adalah para pembesar
kaumnya, orang-orang yang paling jeleknya dan orang-orang kaya. Dan
sebaliknya, kebanyakan yang mengikuti mereka adalah orang-orang miskin.
Sampai pun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kebanyakan yang mengikuti beliau adalah orang-orang miskin.
Maka kemiskinan bukanlah sesuatu yang perlu dikhawatirkan. Jangan
sampai kita takut miskin atau tidak bisa makan. Jangan sampai selalu
terbetik dalam hati kita, “Besok kita makan apa?” Jangan
khawatir! Yang penting kita berusaha mencari rizki dengan cara yang
halal, berdo’a dan bertawakkal kepada Allah. Karena sesungguhnya Allah
telah menjamin rizki seluruh makhluk-Nya.
وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الأَرْضِ إِلاَّ عَلَى اللهِ رِزْقُهَا
“Dan tidak ada suatu yang melata pun (yakni manusia dan hewan) di muka bumi melainkan Allah-lah yang memberi rizkinya.” (Huud:6)
Bahkan sesuatu yang harus kita khawatirkan adalah ketika dibentangkan
dunia kepada kita. Yakni ketika kita diuji dengan banyaknya harta
benda. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Akan
tetapi aku khawatir akan dibentangkan dunia atas kalian sebagaimana
telah dibentangkan atas orang-orang sebelum kalian. Lalu kalian pun
berlomba-lomba padanya sebagaimana mereka berlomba-lomba padanya.
Kemudian dunia itu akan menghancurkan kalian sebagaimana telah
menghancurkan mereka.”
Menghancurkan kalian artinya menghilangkan agama kalian yakni
dikarenakan dunia, kalian menjadi lalai dan meninggalkan ketaatan kepada
Allah.
Bahayanya Dunia bagi Seorang Muslim
Dunia sangat berbahaya bagi seorang muslim. Inilah kenyataannya.
Lihatlah keadaan orang-orang di sekitar kita. Ketika mereka lebih dekat
kepada kemiskinan (yakni dalam keadaan miskin), mereka lebih bertakwa
kepada Allah dan lebih khusyu’. Rajin shalat berjama’ah di masjid,
menghadiri majelis ‘ilmu dan lain-lain. Namun, ketika banyak hartanya,
mereka semakin lalai dan semakin berpaling dari jalan Allah. Dan
muncullah sikap melampaui batas dari mereka.
Akhirnya, sekarang manusia menjadi orang-orang yang selalu merindukan
keindahan dunia dan perhiasannya: mobil, rumah, tempat tidur, pakaian
dan lain-lainnya. Dengan ini semuanya, mereka saling membanggakan diri
antara satu dengan lainnya. Dan mereka berpaling dari amalan-amalan yang
akan memberikan manfaat kepadanya di akhirat.
Jadilah majalah-majalah, koran-koran dan media lainnya tidaklah
membicarakan kecuali tentang kemegahan dunia dan apa-apa yang berkaitan
dengannya. Dan mereka berpaling dari akhirat, sehingga rusaklah manusia
kecuali orang-orang yang Allah kehendaki.
Maka kesimpulannya, bahwasanya dunia ketika dibukakan ?kita memohon kepada Allah agar menyelamatkan kami dan kalian dari kejelekannya- maka dunia itu akan membawa kejelekan dan akan menjadikan manusia melampaui batas.
كَلاَّ إِنَّ الإِنْسَانَ لَيَطْغَى. أَنْ رَآهُ اسْتَغْنَى
“Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena dia melihat dirinya serba cukup.” (Al-’Alaq:6-7)
Dan sungguh Fir’aun telah berkata kepada kaumnya,
يَاقَوْمِ أَلَيْسَ لِي مُلْكُ مِصْرَ وَهَذِهِ الأَنْهَارُ تَجْرِي مِنْ تَحْتِي أَفَلاَ تُبْصِرُونَ
“Hai kaumku, bukankah kerajaan Mesir ini kepunyaanku dan
(bukankah) sungai-sungai ini mengalir di bawahku; maka apakah kalian
tidak melihat(nya)?” (Az-Zukhruf:51)
Fir’aun berbangga dengan dunia. Oleh karena itulah, maka dunia adalah sesuatu yang sangat berbahaya.
Hadits di atas mirip dengan hadits berikut:
Hadits di atas mirip dengan hadits berikut:
عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ: جَلَسَ رَسُوْلُ
اللهِ عَلَى الْمِنْبَرِ، وَجَلَسْنَا حَوْلَهُ، فَقَالَ: ((إِنَّ مِمَّا
أَخَافُ عَلَيْكُمْ مِنْ بَعْدِي مَا يُفْتَحُ عَلَيْكُمْ مِنْ زَهْرَةِ
الدُّنْيَا وَزِيْنَتِهَا))
Dari Abu Sa’id Al-Khudriy radhiyallahu ‘anhu dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamduduk di atas mimbar dan kami pun duduk di sekitar beliau. Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Sesungguhnya
di antara yang paling aku takutkan atas kalian sepeninggalku adalah
ketika dibukakan atas kalian keindahan dunia dan perhiasannya.” (HR. Al-Bukhariy no.1465 dan Muslim no.1052)
Dunia Itu Manis dan Hijau
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan tentang keadaan dunia sekaligus memperingatkan ummatnya dari fitnahnya.
عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ
قَالَ: ((إِنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ وَإِنَّ اللهَ تَعَالَى
مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيْهَا، فَيَنْظُرُ كَيْفَ تَعْمَلُوْنَ، فَاتَّقُوا
الدُّنْيَا وَاتَّقُوا النِّسَاءَ))
Dari Abu Sa’id Al-Khudriy radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Sesungguhnya
dunia itu manis dan hijau. Dan sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala
menjadikan kalian pemimpin padanya. Lalu Dia akan melihat bagaimana
amalan kalian. Maka takutlah kalian dari fitnahnya dunia dan takutlah
kalian dari fitnahnya wanita.” (HR. Muslim no.2742)
Sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya dunia itu manis dan hijau.”
Yakni manis rasanya dan hijau pemandangannya, memikat dan menggoda.
Karena sesuatu itu apabila keadaannya manis dan sedap dipandang mata,
maka dia akan menggoda manusia. Demikian juga dunia, dia manis dan hijau
sehingga akan menggoda manusia.
Akan tetapi beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menyatakan, “Dan sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala menjadikan kalian pemimpin padanya.”
Yakni Dia menjadikan kalian pemimpin-pemimpin padanya, sebagian kalian
menggantikan sebagian yang lainnya dan sebagian kalian mewarisi sebagian
yang lainnya.
“Lalu Dia akan melihat bagaimana amalan kalian.” Apakah kalian mengutamakan dunia atau akhirat? Karena inilah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan, “Maka takutlah kalian dari fitnahnya dunia dan takutlah kalian dari fitnahnya wanita.”
“Lalu Dia akan melihat bagaimana amalan kalian.” Apakah kalian mengutamakan dunia atau akhirat? Karena inilah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan, “Maka takutlah kalian dari fitnahnya dunia dan takutlah kalian dari fitnahnya wanita.”
Harta dan Kekayaan yang Bermanfaat
Akan tetapi apabila Allah memberikan kekayaan kepada seseorang, lalu
kekayaannya tersebut membantunya untuk taat kepada Allah, dia infakkan
hartanya di jalan kebenaran dan di jalan Allah, maka jadilah dunia itu
sebagai kebaikan.
Kita semua tidak bisa lepas dari dunia secara keseluruhan. Kita butuh
tempat tinggal/rumah, kendaraan, pakaian dan lain sebagainya. Bahkan
kalau benda-benda tadi kita gunakan untuk membantu ketaatan kepada Allah
niscaya kita mendapatkan pahala. Sebagai contohnya adalah kendaraan.
Kita gunakan untuk menghadiri majelis ‘ilmu atau kegiatan lainnya yang
bermanfaat. Bahkan kita pun bisa mengajak teman-teman ikut bersama kita.
Dengan menggunakan kendaraan sendiri kita bisa menghindari kemaksiatan
seperti ikhtilath (campur baur antara laki-laki dan wanita yang bukan mahram) dan lainnya.
Akan tetapi jangan sampai kendaraan ataupun harta benda duniawi
menjadikan kita bangga, sombong sehingga akhirnya merendahkan dan
meremehkan orang lain. Jadikan harta tersebut sebagai alat bantu untuk
taat kepada Allah yang dengannya kita bisa menjadi orang yang
bersyukur. Bahkan sebagian ‘ulama mewajibkan untuk memiliki kendaraan
pribadi. Dengan kendaraan tersebut seorang muslim akan terhindar dari
ikhtilath dan kemaksiatan lainnya. Sedangkan menghindari maksiat adalah
wajib. Sementara di dalam kaidah ushul fiqh disebutkan, “Suatu kewajiban tidak akan sempurna kecuali dengan sesuatu maka sesuatu itu adalah wajib.”
Akan tetapi tentunya disesuaikan dengan kemampuan masing-masing.
Jangan sampai karena ingin mendapatkan kendaraan, dia mati-matian
mencari harta siang dan malam. Yang terbenak dalam otaknya adalah uang,
uang dan uang. Sehingga lupa berdzikir kepada Allah, mempelajari
agamanya, menghadiri majelis ilmu, shalat berjama’ah dan ketaatan
lainnya.
Ingatlah selalu firman Allah subhanahu wa ta’ala,
Ingatlah selalu firman Allah subhanahu wa ta’ala,
فَاتَّقُوا اللهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ
“Maka bertakwalah kalian kepada Allah menurut kesanggupan kalian.” (At-Taghaabun:16)
لاَ يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلاَّ وُسْعَهَا
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (Al-Baqarah:286)
Oleh karena itulah, keadaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan
Allah dan pada keridhaan-Nya seperti kedudukan orang ‘alim yang telah
Allah berikan hikmah dan ilmu kepadanya, yang mengajarkan ilmunya kepada
manusia.
Maka di sana ada perbedaan antara orang yang rakus/ambisi terhadap
dunia dan berpaling dari akhirat dengan orang yang Allah berikan
kekayaan yang digunakannya untuk mendapatkan kebahagiaan baik di dunia
maupun di akhirat dan dia infakkan di jalan Allah.
رَبَّنَا ءَاتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
“Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka.” (Al-Baqarah:201)
Semoga Allah subhanahu wa ta’ala selalu membimbing kita untuk mengamalkan apa-apa yang dicintai dan diridhai-Nya serta memperbaiki urusan-urusan kita. Aamiin. Wallaahu A’lam.
Maraaji’: Syarh Riyaadhish Shaalihiin 2/186-189, Maktabah Ash-Shafaa; dan Bahjatun Naazhiriin1/528, Daar Ibnil Jauziy.
((Disalin dari Buletin Dakwah Al-Wala’ wal Bara’, Edisi ke-13 Tahun ke-4 / 03 Februari 2006 M / 04 Muharrom 1427 H))
: