Istighfar, kalimat yang sangat pendek, tapi memiliki makna yang sangat dahsyat, sangat dalam, sangat indah dalam hidup kita.
Ia merupakan tradisi ritual Islam yang sangat fundamental. Sebab dalam Istighfar itu mengandungi beberapa elemen rohani, sebagaimana dinyatakan di dalam al-Quran mahupun Sunnah Rasulullah SAW. Sejumlah ayat tentang Istighfar atau pertobatan sangat banyak dikutip al-Quran dan Sunnah Rasulullah SAW, misalnya:
Ia merupakan tradisi ritual Islam yang sangat fundamental. Sebab dalam Istighfar itu mengandungi beberapa elemen rohani, sebagaimana dinyatakan di dalam al-Quran mahupun Sunnah Rasulullah SAW. Sejumlah ayat tentang Istighfar atau pertobatan sangat banyak dikutip al-Quran dan Sunnah Rasulullah SAW, misalnya:
“Mereka apabila melakukan perbuatan keji
atau menganiaya diri sendiri, segera ingat akan Allah, lalu memohon
ampunan atas dosa-dosanya… (QS. 3:135).
“Maka barangsiapa memuji Tuhanmu, dan memohon ampunan kepada-Nya,
sungguh Dia Maha penerima Taubat.” (QS. 110:3)
sungguh Dia Maha penerima Taubat.” (QS. 110:3)
“…dan orang-orang yang memohon ampun sebelum fajar.” (QS. 3:17).
“Maha Suci Engkau Wahai Allah, Tuhanku!
Dan dengan segala puji bagi-Mu ya Allah Tuhanku, ampunilah aku!
Sesungguhnya Engkau Maha Menerima Taubat, lagi Maha Pengasih.” (HR.
al-Hakim).
“Barang siapa memperbanyak istighfar,
maka akan diberi kelapangan dalam setiap kesusahan dan jalan keluar dari
kesempitan. Dan dianugerahi rezeki dari jalan yang tiada
disangka-sangka.” (HR. Abu Dawud dan Nasa’i).
“Sungguh hatiku didera kerinduan yang sangat dalam, sehingga aku
beristighfar seratus kali setiap hari.” (HR. Muslim).
“Sungguh hatiku didera kerinduan yang sangat dalam, sehingga aku
beristighfar seratus kali setiap hari.” (HR. Muslim).
“Meski dosa-dosamu sebanyak buih lautan,
sebanyak butir pasir di padang pasir, sebanyak daun di seluruh
pepohonan, atau seluruh bialangan jagad semesta, Allah SWT tetap akan
selalu mengampuni, bila engkau mengucapkan doa sebanyak tiga kali
sebelum engkau tidur: Astaghfirullahal ‘Adzim al-Ladzii Laailaaha Illa
Huwal Hayyul Qayyuumu wa Atuubu Ilaih. (Aku memohon ampunan kepada Allah
Yang Maha Agung, tiada Tuhan selain Dia Yang Maha Hidup dan Memelihara
(kehidupan), dan aku bertobat kepada-Nya).” (HR. at-Tirmidzi).
Terjemahan Istighfar: “Aku mohon ampunan kepada Allah Yang Maha Agung”
Istighfar memiliki dua makna yang jelas
yang menjuruskan kepada hubungan kita dengan Allah SWT. Semoga selama
ini kita sebut istighfar mencapai makna-maknanya.
Yang pertama, setiap kali kita mengucapkan astagfirullahal ‘adzim,
berarti kita minta ampun kepada Allah, minta dimaafkan kesalahan kita,
minta ditutupi aib-aibkita. Semakin sering kita beristighfar maka
semakin bersih diri kita dari dosa, dari kesalahan, dari aib-aib. Karena
itu Allah sangat menyukai hamba Allah
yang terus beristighfar. Karena tidak satu pun di antara kita yang
bersih dari dosa, maka istighfar adalah kewajiban dan kebutuhan kita,
agar Allah mengampuni dosa kita, memaafkan kesalahan kita dan menutupi
aib kita.
Yang kedua, setiap kali kita mengucapkan
astagfirullahal ‘adzim, berarti kita minta kepada Allah, mohon kepada
Allah, amat sangat, agar Allah memperbaiki hidup kita, menguatkan aqidah
kita, membuat kita nikmat dalam ibadah khusyuk, menjadikan akhlaq kita
mulia.
Istighfar Individu dan Sosial.
Dalam ritualitas vertikal, seorang hamba
tidak hanya meraup kebahagiaan di hadapan Allah, tanpa ia menyertakan
sesama umat beriman. Justru kualitas keimanan seseorang sangat berkait
erat dengan kepedulian ruhaninya terhadap orang lain.
Keteladanan Rasulullah SAW, ketika saat
Yaumul Mahsyar memberikan cermin kepada umatnya, bahwa kulitas ruhani
Rasulullah SAW, yang melebihi para Nabi dan Rasul, terpantul pada
pembelaannya akan nasib umat di hadapan Allah. Suatu sikap yang tidak
dimiliki oleh para pemimpin dan para Nabi/Rasul. Sebab ketika para hamba
Allah meminta syafa’at kepada para Nabi, mulai Nabi Adam as, hingga Isa
al-Masih as, ternyata mereka enggan, disebabkan mereka tidak berdaya,
terutama memikirkan nasibnya sendiri-sendiri. Berbeda dengan Nabi
Muhammad SAW, yang justru tidak memikirkan nasib dirinya di hadapan
Allah, malah yang terucap hanya kalimat: “Umatii…umatii..umatii…”
(umatku… duh, umatku…umatku…).
Justru pembelaan Nabi Muhammad SAW itulah
yang memberikan kewenangan padanya, syafa’at besar yang bisa
menyelamatkan umat dari siksa Allah SAW. Oleh sebab itu, Islam
mengajarkan agar dalam permohonan ampunan, juga menyertakan permohonan
ampunan untuk sesama umat. Misalnya, Istighfar yang berbunyi:
Astaghfurullahal ‘adzim, lii
waliwaalidayya, walijami’il huquuqi waajibati ‘alayya, walijami’il
muslimin wal-muslimaat wal-mu’minin wal mu’minaat al-ahyaa’I minhum
wal-amwaat.
(Aku mohon ampunan kepada Allah Yang Maha
Agung, bagiku dan bagi kedua orang tuaku, dan bagi seluruh orang yang
menjadi tanggungan kewajibanku, dan bagi umat muslimin dan muslimat, dan
kaum mu’minin dan mu’minat).
Dari nilai Istighfar di atas memberikan
perspektif luar biasa bagi integrasi dan dinamika sosial secara damai.
Hubungan-hubungan sosial akan berlaku dengan penuh kesejatian hati ke
hati, karena hubungan yang bersifat emosional negatif dinetralisir oleh
istighfar sosial di atas.
Makanya, kualitas Istighfar bukan saja
ditentukan hubungan yang sangat pribadi dengan Allah, tetapi juga
sejauhmana seorang hamba menghayati Istighfar sosialnya.
Subhanallah. Istighfar merupakan satu
ucapan tetapi memiliki dua keinginan. 2- in-1. Karena itu tidak heran
hamba Allah yang sungguh-sungguh beristigfar tampak dalam kehidupannya,
semakin berkah, semakin membawa kebaikan dan perbaikan,semakin bahagia,
tenang, senang, menyenangkan, di dunia dan di akhirat.
Karena itu Rasulullah SAW bersabda,
“Barangsiapa yang melazimkan, mendawamkan dirinya selalu beristighfar
kepada Allah, maka Allah mudahkan saat ia sulit, Allah gembirakan saat
ia sedih,dan Allah beri rezki dari jalan yang tidak pernah ia duga.”
Kemudian dalam Al Qur’an surat Nuh ayat
10, 11, 12, Allah SWT berfirman, “Beristighfarlah kepada Tuhanmu –
sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun – niscaya Dia akan mengirimkan
hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan
mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan(pula di dalamnya) untukmu
sungai-sungai”. (QS. Nuh:10-12)
Beristighfarlah kita kepada Allah,
niscaya Allah turunkan musim hujan yang berat. Allah mudahkan kita
mendapatkan rezeki. Allah hadirkan di tengah kita anak-anak kita,
generasi-generasi yang sholeh, generasi robbani. Kemudian Allah
makmurkan negeri kita, Allah sejahterakan kita. Allahu Akbar.
Jadi, istighfar bukan hanya kewajiban,
tapi kebutuhan kita. Karena itulah Rasulullah SAW, beliau tidak bangun
dari tempat tidur beliau, kecuali beliau beristighfar 70 kali, dalam
hadits lain 100 kali. Padahal dia ma’sum, dijamin masuk surga, bebas
dari dosa, (tapi) begitu hebat istighfarnya kepada Allah. Apalagi kita
hanya manusia biasa yang banyak dosa tanpa kita sedari atau tidak.
Mengakhiri tazkirah yang panjang ini,
ingin menegaskan bahawa istighfar adalah salah satu amalan mulia dan
perlu ditanamkan di dalam jiwa kita, kerana dengan nilai dan hikmah
istighfar inilah, kita dapat membentuk manusia yang kenal diri,
mengenang budi dan menghargai setiap nikmat yang diperolehi.
Mari kita istghfar bersama-sama sejnak.
Astagfirullahal ‘adzim, ampunilah dosa
kami ya Allah.. tutupi aib kami…. betapa selama ini kami mudah
tergelincir dalam dosa namun tak bersegera memohon ampun kepada-Mu.
Amin!
: