“Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut
ibunya sebagai setetes mani selama empat puluh hari, kemudian berubah
menjadi setetes darah selama empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal
daging selama empat puluh hari. Kemudian diutus kepadanya seorang
malaikat lalu ditiupkan padanya ruh…” (HR.Bukhari dan Muslim dari Abu
Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud ra,).
Begitulah proses penciptaan manusia. Setiap insan telah melaluinya, langkah demi langkah. Setiap tahapan dalam proses pun telah diperhitungkan dengan cermat,tepat dan tanpa cacat sedikitpun.
Begitulah proses penciptaan manusia. Setiap insan telah melaluinya, langkah demi langkah. Setiap tahapan dalam proses pun telah diperhitungkan dengan cermat,tepat dan tanpa cacat sedikitpun.
Mengapa diperlukan proses tersebut? Bukankah Allah mampu menciptakan
semua manusia sekaligus bila Ia menghendaki?. Lagi pula hanya Diialah
Allah Sang Maha Kuasa, Maha Mengetahui?
Didalam proses kandungan makna mendalam. Sungguh Allah sebenarnya
telah mendidik hamba-hambaNya semenjak ia berada dalam perut ibundanya,
tarbiyah istimewa dariNya yang bertemakan kesabaran. Ada proses yang
harus dilalui dan itu membutuhkan kesabaran
Kesabaran terhadap segala sesuatu yang telah ia tetapkan, kesabaran
dalam menjalani perintah-perintahNya, meski sungguh teramatlah mudah
bagi Allah sang Maha Pencipta untuk menciptakan manusia sekaligus.
Namun Allah menghendaki manusia menjalani proses dan bagaimana menjalani
tahapan demi tahapan dengan bersabar.
Bila bukan karena kesabaran dan ketabahan, tentulah Siti Hajar tidak
akan mondar-mandir, pulang dan pergi antara dua gunung yang kecil, shafa
dan marwah sebanyak tujuh kali demi mendapatkan setetes air untuk
putranya, ismail.
Contoh kesabaran juga bisa diambil dari kisah Nabi Yusuf yang dibuang
ke sumur oleh saudara-saudaranya, terpisah dari ayah kandungnya, dan
dipenjara sebagai tahanan, hingga pada akhirnya ia menjadi seorang
penguasa Mesir. Nabi Yusuf melalui perjalanan yang amat panjang.
Sebagaimana pula Rosulullah saw yang rela dicerca dan dilempari batu
hingga cedera pada kedua kaki Rasulullah oleh kaum Bani Tsaqif ketika
beliau hijrah ke Thaif. Begitulah proses langkah demi langkah yang akan
senantiasa berlanjut hingga batas waktu yang telah ditentukan.
Seorang anak kecil tak lantas tiba-tiba mampu berjalan. Ia harus
merangkak. Itu pun tak bisa dilakukan ketika si bocah masih di bawah
sembilan bulan.
Saat pertama berjalan pun tak lantas ia bisa langsung berlari. Kadang
keseimbangan sering hilang dan terjatuh. Butuh beberapa waktu lagi bagi
si bocah untuk bisa benar-benar berjalan seimbang. Itulah waktu yang
telah ditentukan dan tak bisa dielakkan dalam tahapan proses.
Namun dalam menjalani proses, sering kali manusia ingin mempercepat
waktu. Contoh paling mudah saat ingin sembuh dari sakit. Ada usaha yang
harus dilalui untuk mendapatkan kesembuhannya dan ketika meminum obat
dari dokter pun terdapat syarat seperti sekali sehari, 2 kali sehari
atau 3 kali sehari.
Tidak bisa kesembuhan diraih dengan serta merta meminum semua obat
sekaligus. Justru ketika pasien melakukan hal tersebut akan
mengakibatkan over dosis. Sifat ketergesaan inilah yang kerap menguasai
seseorang dan membuat manusia sulit bersabar.
Senantiasa terdapat efek samping yang negatif dari tergesa-gesa.
Manusia mudah melupakan segalanya dan senantiasa ingin mendapatkan apa
yang diinginkannya dengan sesegera mungkin
Sebagaiman dalam beberapa firmannya “Manusia telah dijadikan
(bertabiat) tergesa-gesa. Kelak akan Aku perlihatkan kepadamu
tanda-tanda (adzab)-Ku. Maka janganlah kamu minta kepada-Ku
mendatangkannya dengan segera” (QS. al-Anbiya’: 37).
Proses kehidupan perlu dilalui dengan sabar dan tenang, langkah demi
langkah sebagaimana Allah mengajarkan proses terciptanya manusia.
Bersabarlah, karena semua ada masanya, seperti pelajaran ulat yang
beralih rupa menjadi kupu-kupu elok. Bersabarlah, maka kita akan
mendapatkan lebih dari apa yang kita harapkan. Justru sikap tergesa-gesa
hanya membuat banyak energi terbuang sia-sia, membuat banyak ajaran dan
petunjuk dari Allah terabaikan dan bahkan apa yang diupayakan bisa
berakhir buruk, mirip dengan efek over dosis. Wallahua’lam.
Oleh : Meylina Hidayanti
Artikel : republika.co.id
Artikel : republika.co.id
: